Kasus ke dua. Besok paginya, di hotel yang sama, rupanya ada salah seorang rekan (yang juga merupakan peserta pelaihan) yang berulang tahun pada hari itu. Secara spontan, kami menyanyikan lagu ulang tahun. Yang tidak disangka-sangka, pada saat coffee break, ada petugas hotel yang masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebuah kue ulang tahun yang cukup besar, yang cukup untuk tigapuluhan orang. Ini juga diberikan secara gratis!
Wow... Wow... What a nice surprise!
Kasus ke tiga.Kejadiannya di hotel juga, yaitu di Hotel Ibis Malioboro, Yogyakarta. Sore itu setelah mandi sore, Om-G bersiap-siap untuk berangkat ke sebuah acara makan malam. Waktu bercermin, Om-G kaget karena bahwa jenggot Om-G rasanya nggak teratur banget deh, sudah beberapa hari ndak dicukur... [Kata orang Prancis mah, sejelek-jeleknya orang adalah kalau dia tidak cukur jenggot selama tiga hari, non rasée de trois jours...].
Trus Om-G telepon ke resepsionis dong, nanya apakah mereka punya cukuran jenggot. Karena dijawab bahwa mereka tidak punya, Om-G tanya, di mana Om-G bisa beli cukuran jenggot. Si resepsionis menjawab bahwa hotel tersebut berada dekat sekali, terhubung malah sehingga tidak perlu ke luar gedung dulu, dengan sebuah mall (lupa lagi namanya, mungkin Mall Malioboro...). Ya sudah, Om-G pergi ke mall itu dan mencari-cari cukuran jenggot. Tapi karena waktunya mepet, walaupun belum ketemu, Om-G memutuskan untuk segera kembali ke kamar, untuk langsung berangkat ke acara makan malam tadi.
Yang mengejutkan, sesampainya di kamar, ternyata di atas meja sudah tersedia cukuran jenggot, lengkap dengan shaving foam nya, disertai secarik kertas bertuliskan “Semoga bermanfaat...”.
Wow... Wow... Bagaimana Om-G ndak jatuh hati, coba?
Kasus ke empat.Tahu ‘kan, bahwa terkadang “key success factor”sebuah restoran adalah sambelnya. Dalam sebuah perjalanan dari Garut pulang ke Bandung, Om-G dan keluarga mampir makan siang di sebuah rumah makan kecil (kalau tidak salah, nama rumah makan itu adalah “Kenanga”, yang berlokasi di daerah antara Kadungora dan Nagreg, di sebelah kiri jalan...). Walaupun di situ ada bermacam-macam masakan, Om-G dan keluarga sepakat bahwa yang paling enak di situ adalah ayam goreng kampung dan sambelnya. Pada waktu mau pulang, kami memesan beberapa potong ayam goreng dan sambelnya. Kepada petugas di situ Om-G juga mengatakan bahwa kami suka sekali sambelnya. Surprisingly, dia ternyata memberi kami sambel yang banyak sambil tersenyum... (Tenang... tenang..., sambelnya ndak pedas kok, sehingga aman untuk perut, tapi enak tenan...). Wow... Wow...
Kasus ke lima.Mirip dengan kasus di atas, pada suatu sore sepulangnya dari kantor, dan bermacet-macet di jalan, Om-G kok merasa lapar. Ya sudah, setelah tengok kiri tengok kanan, Om-G parkir di dekat sebuah warung tenda yang menyediakan pecel lele, ayam bebek, dan kol goreng, yang berlokasi di seberang Lapangan Gasibu di dekat Kantor Pusat PT Telkom. Ternyata lele dan ayam gorengnya enak. Tapi yang cocok sekali dengan selera Om-G adalah sambelnya, yang menurut Om-G mah uenak tenan gitu lho. Kemudian Om-G memesan beberapa potong lele goreng, ayam goreng dan kol goreng untuk dibawa pulang, sambil bilang bahwa sambelnya enak banget... Apa yang terjadi? Ternyata dia menambahkan sambel yang enak tadi banyak-banyak, 2-3 bungkus per potong ayam dan lele, walaupun biasanya hanya satu bungkus sambel per potong... Free of charge!
Wow... Wow... Herankah Om dan Tante, kalau kemudian Om-G suka mampir lagi ke warung tenda yang sama?
Penutup.
Kasus-kasus yang diceritakan di atas semuanya berdasarkan hal yang benar-benar Om-G alami, sehingga Om-G betul-betul merasakan kesalnya diberi layanan yang “menyebalkan”, yang bahkan tidak lupa walaupun kejadiannya sudah berlalu bertahun-tahun yang lalu (bahkan ada yang kejadiannya 29 tahun yang lalu!), dan sebaliknya merasakan senangnya dianggap sebagai pelanggan yang istimewa.