Estuari (muara) sering didefinisikan sebagai tempat bersatunya sungai dengan laut. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang dan fitoplankton. Komunitas thewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.Â
Bahkan ada beberapa invertebrate laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.Â
Tiga estuari penting yang bermuara ke selat madura, diantaranya muara Sungai Porong, Wonokromo dan Kali Mas. Ketiga estuari ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk aktivitas penangkapan dan budidaya ikan serta pariwisata.
 Estuari Sungai Brantas merupakan bagian daerah hilir dari Daerah Aliran Sungai Brantas yang terbesar dan terpanjang di Jawa Timur. Panjang total seluruh aliran sungai Brantas adalah 320 km merupakan salah satu sungai terbesar di Jawa Timur dan meliputi daerah pengaliran seluasnya 11.800 km atau seperempat luas seluruh propinsi Jawa Timur mencakup 5 kota, 11 kabupaten, dan 33 kecamatan (Tim Survey Ekologi Fakultas Perikanan IPB, 1979 dalam Daniel, 2007).Â
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas ini terletak di Propinsi Jawa Timur antara 11031'-11255' BT dan 71'-815' LS. Hulu Sungai Brantas berasal dari Gunung Berapi Arjuno yang terbagi menjadi tiga cabang utama yang menuju pesisir. Sungai Porong dan Wonokromo merupakan cabang utama yang mengalir ke Selat Madura, sedangkan Kali Mas mengalir ke dekat Selat Madura setelah melalui Kota Surabaya. Iklim di wilayah DAS ini didominasi iklim monsoons.Â
Di bagian timur Pulau Jawa hanya terjadi satu kali musim hujan selama bulan November-April dengan rata-rata debit puncak sungai rata-rata tahunan sebesar 2220 mm (Jennerjahn et.al., 2003 dalam Daniel, 2007).
Sekitar 40 km sebelum kota Surabaya, sungai brantas terbagi menjadi dua cabang yaitu sungai Surabaya kearah timur laut dan sungai porong kea rah tenggara. Kedua sunagi ini merupakan sarana transportasi air sedimen utama kearah laut.
Selama musim hujan hampir 80% air sungai yang berasal dari sungai brantas dibuang ke arah sungai porong dengan debit 600m /det hingga mencapai 1200m/det pada kondisi hujan yang ekstrim (Hoekstra et.al, 1989 dalam Daniel, 2007). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bajir di Kota Surabaya.
Kira-kira 10 km sebelum Kota Surabaya, Sungai Surabaya bercabang menjadi dua yaitu Kali Mas dengan volume air yang memasuki Kota Surabaya relatif kecil dan sebagian lagi menuju sungai Wonokromo di arah tenggara (30km sebelah utara sungai porong) mengalir ke arah Selat Madura.Â
Karena beban sedimen yang besar, estuari di Sungai Porong cenderung membentuk Delta. Pada musim kering aliran cenderung diarahkan ke Kota Surabaya dan debit Sungai Porong relatif rendah. Karakteristik Selat Madura merupakan campuran dari pasang surut diurnal-semidiurnal pada rentang mikro hingga mesotidal.
Diperkirakan 16 juta orang hidup di sekitar Sungai Brantas. Karena perkembangan penduduk yang sangat tinggi di DAS Brantas, sekitar tahun 1970-1980 dibangun beberapa dam dan reservoir untuk memenuhi kebutuhan listrik, irigasi dan pengendalian banjir.Â
Aktivitas utama penduduk yang berpengaruh pada kondisi ekologi di DAS Brantas adalah penebangan hutan, pertanian padi yang intensif, pembuangan limbah domestik dan industri, penambangan pasir, konversi hutan mangrove menjadi pertambakan yang mengakibatkan turunnya rejim aliran dan meningkatkan kuantitas dan komposisi substansi ke dalam sungai yang tertransport oleh sungai ke Selat Madura.
Berdasarkan penelitian kelimpahan fitoplankton yang dilakukan oleh Daniel (2007:24), jenis organisme berupa fitoplankton yang terdapat di perairan Estuari Sungai Brantas terdiri atas 4 kelas fitoplankton, yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae. Penelitian dilakukan di bulan Maret dan Juni dan didapatkan perbedaan kelimpahan fitoplankton karena pengaruh musim, yaitu, musim kemarau pada Juni dan musim hujan pada Maret.Â
Pengaruh musim ini mengakibatkan pada musim hujan bulan Maret, debit air sungai yang masuk ke perairan estuari Sungai Brantas cenderung besar, sehingga terjadi peningkatan kekeruhan pada perairan estuari. Tingginya tingkat kekeruhan ini mengakibatkan fotosintesis fitoplankton terhambat sehingga pertumbuhan fitoplanton tidak optimal.Â
Kondisi berbanding terbalik pada bulan Juli dimana pengaruh debit aliran air dari sungai rendah dan intensitas cahaya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh fitoplankton.Â
Dari kelimpahan fitoplankton yang didapat, maka di perairan Estuari Sungai Brantas cenderung termasuk kategori perairan yang bersifat mesotrof atau perairan yang cukup subur dan kaya akan nutrien sampai eutrof atau perairan yang tergolong subur dan kaya akan nutrien. Secara keseluruhan kandungan nutrient yang didapat masih merupakan nilai yang cukup baik sebagai pendukung pertumbuhan fitoplankton.
Secara umum, keanekaragaman yang ada di perairan estuari sungai brantas tergolong dalam klasifikasi perairan yang memiliki keanekaragaman rendah, hal tersebut disebabkan karena tingginya tekanan ekologis yang ada di perairan ini.Â
Tekanan ekologis tersebut dapat berupa pengaruh dari perubahan faktor fisika-kimia perairan seperti perubahan salinitas yang sangat fluktuatif pada daerah estuari, ketersediaan unsur hara/nutrient, dll. Adanya proses grazing atau pemangsaan yang tinggi terhadap fitoplankton juga dapat menyebabkan rendahnya keanekaragaman.Â
Untuk tingkat pH di Estuari Sungai Brantas berkisar antara 6,1-7,9 pada bulan Maret dan 7-8,3 pada bulan Juli. Menurut Odum (1971) dalam Daniel (2007) perairan dengan pH antara 6-9 merupakan perairan dengan kesuburan tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organic yang ada dalam perairan menjadi mineral yang dapat diasimilasi oleh fitoplanton.Â
Tingkat kecerahan di Estuari Sungai Brantas termasuk memiliki tingkat kecerahan rendah. Hal ini disebabkan adanya kegiatan penambangan pasir sungai yang dilakukan di lokasi sungai brantas.
Suburnya perairan Estuari Sungai Brantas berkaitan erat dengan proses eutrofikasi, yaitu suburnya perairan akibat measukan nutrien yang tinggi (effendi, 2003 dalam Daniel, 2007).Â
Adanya kegiatan atau aktivitas manusia di sepanjang sungai brantas seperti diantaranya pembuangan limbah domestik dan pabrik, kegiatan pertambangan dan kegiatan pertanian menyebabkan masukkan nutrien terutama unsur nitrogen dan fosfat tinggi. Hal inilah yang merupakan faktor utama yang menyebabkan eutrofikasi pada perairan Estuari Sungai Brantas.Â
Dengan semakin meningkatnya kegiatan terutama aktivitas manusia di perairan Estuari Sungai Brantas akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang akan menimbulkan degradasi lingkungan atau menurunnya kualitas perairan.Â
Manajemen penting yang dapat dilakuakn untuk mengurangi proses autrofikasi di perairan Estuari Sungai Brantas adalah mengatur proses pembuangan limbah ke sungai untuk mengurangi masukan nitrogen dan fosfat. Tingginya masukan nitrogen dan fosfat ke perairan menyebabkan blooming fitoplankton. Selain itu, dapat ditingkatkannya kesadaran masyarakat terhadap arti penting kebersihan ekosistem perairan.
Selain itu perlu dilakukan pengelolaan kawasan estuari ini dengan mempertimbangkan tingkat kesuburan air karena hampir semua aktifitas di sana bergantung pada kondisi nutrien yang ada di estuari tersebut.Â
Terdapat pertanian yang intensif di DAS Brantas juga akan mempengaruhi tingkat kesuburan pada indicator nitrogen akibat penggunaan pupuk pertanian yang tercuci dan mengalir ke sungai.Â
Pengaturan penggunaan pupuk pertanian yang berlebihan perlu dilakukan untuk membatasi penyuburan estuari yang berlebihan. Dengan demikian konsep pengelolaan Estuari Sungai Brantas harus dilakukan secara terintegrasi dengan konsep pengelolaan DAS Brantas.
Sumber :
Daniel. 2007. Stuktur Komunitas Fitoplankton di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor.
Prihartanto. 2005. Kajian Kondisi Lingkungan Estuari berdasarkan analisis parameter nutrien NO2-N, NO3-N dan NH4-N Sebagai Pertimbangan Pengelolaan Kawasan Estuari Sungai Porong dan Wonokromo. Alami, Vol.10 : Institut Teknologi Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H