Richard Joost Lino, profesional korban syahwat politik.
Kasus dwellingtime, sebagai pintu masuk dan menjadi legitimasi beberapa pihak menjadikan Pelindo II khususnya RJ Lino sebagai target sasaran. Momentum tersebut ditunggangi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyerang secara tidak langsung Pemerintahan Jokowi-JK. Langkah-langkah sistematispun dilakukan dengan harapan sekali dayung 2-3 pulau terlampaui, sekali tepuk 2-3 lalat kena kepret.
RJ Lino dengan Pelindo II adalah salah satu ujung tombak yang menjalankan program percepatan pembangunan sektor maritim Pemerintahan Jokowi-JK. Sebagai seorang profesional tulen, tentu saja RJ Lino sangat lemah dukungan politiknya. Dan sepertinya bagi pihak-pihak yang berkepentingan RJ Lino sangat pas dijadikan target utama dan pertama.
Pertanyaan besar, mengapa seorang RJ Lino begitu istimewa, luar biasa seolah-olah Lino dapat membahayakan negara melebihi sang the untouchable SN, MRC dan kasus BLBI serta Century. Hingga 4 institusi negara dimanfaatkan untuk bergerak bersama-sama dengan kewenangannya masing-masing bersatu padu, bahu-membahu menumbangkan RJ Lino. Karena bukan politisi otomatis RJ Lino harus menghadapi pengeroyokan itu sendirian.
BARESKRIM
Di awali penggerebekan Pelindo II oleh Bareskrim dipimpin Budi Waseso melakukan penyidikan TPK pengadaan 10 mobile crane di Pelindo II dan hanya berhasil menjadikan Direktur Teknik Operasional Pelindo II, Ferialdy Noerlan (FN) sebagai tersangka. Aksi sensasi ala infotainment adalah sebagai upaya pembentukan opini publik “trial by the press” RJ Lino adalah seorang penjahat yang berbahaya dan layak dibasmi.
PANSUS PELINDO II
Reaksi DPR RI, adalah aksi lanjutan sensasi infotainment ala Buwas. Di landasi oleh sikap RJ Lino yang dianggap arogan saat ditelepon Sofyan Jalil waktu penggerebekan oleh Bareskrim serta adanya indikasi potensi kerugian negara akibat pengadaan mobile crane. Rieke Dyah Pitaloka dkk pun membentuk Pansus Pelindo II. Akan tetapi belakangan Pansus Pelindo II justru tidak membahas secara khusus pengadaan mobile crane. Dengan alasan kasus tersebut sudah ditangani Kepolisian. Dan pansus mengembangkan agendanya pada pelanggaran aturan perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan anak perusahaan Pelindo II bersama perusahaan asing.
Perpanjangan/ renegosiasi JICT dengan HPH adalah kebijakan terobosan untuk mendapatkan proporsi share yang lebih menguntungkan serta untuk memperoleh dana segar guna pembangunan infrastruktur serta pengembangan pelabuhan-pelabuhan dibawah Pelindo II.
Jika perpanjangan kontrak tersebut bermasalah, mestinya sejak awal tidak akan pernah terjadi. Mengingat kebijakan RJ Lino tersebut diawasi oleh Komite Pengawas (Oversight Committe) Pelindo II dan secara rutin diperiksa oleh BPK.