Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keluarga, Dekat di Genetik, Jauh di Hati

2 Desember 2020   19:00 Diperbarui: 2 Desember 2020   19:43 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersikaplah ramah, tulus dan terbuka kepada  mereka.

Sempatkan berkunjung jika ada waktu, daya, dan kesempatan, terutama pada keluarga yang sudah lansia dan kesepian. Saya sendiri punya orangtua yang tinggal jauh dari saya, yang tidak bisa sering-sering saya tengok dan temui. Akan senang sekali rasanya jika saya mengetahui ada anggota keluarga lain yang peduli dan mau menyempatkan waktu untuk menengok mereka.

Upayakan membezuk, menengok, dan menghibur jika ada keluarga yang sakit atau tertimpa masalah. Kita bisa menjadi berkat hanya dengan peduli dan berdoa bersama mereka.

Bentuk komunitas grup keluarga via layanan media sosial atau chat, dan manfaatkan kemajuan teknologi untuk berelasi dan menjaga ikatan persaudaraan. Mulai saja dari keluarga yang paling dekat dan sudah kita kenal. Dari sana, kita bisa mengembangkan relasi kepada sanak keluarga dan kerabat yang lebih jauh dan luas.

Selagi ada waktu, sediakan ruang dalam hidup kita untuk menjalin relasi dan menjaga ikatan kekeluargaan. Momen-momen Natal, Lebaran, Tahun Baru, Paskah, atau hari-hari libur keagamaan lainnya jadi waktu yang tepat untuk saling berkunjung dan menunjukkan perhatian. Bukankah akan terasa miris jika kita sampai bertemu dengan anggota keluarga yang lain hanya pada momen pemakaman. It's too late .... Basi.

Keluarga harusnya menjadi kata yang berkonotasi hangat, ramah, guyup, rukun, dekat, dipercaya. Dengan keluarga, seharusnya kita tidak berbasa-basi, jauh, bahkan asing.

Seperti halnya kita, anggota keluarga yang lain juga tidak bisa menolak ketika kita menjadi orang yang harus mereka anggap sebagai keluarga.

Jadi, daripada saling menjauh dan menolak, mari kita saling menerima saja. Toh, kerukunan selalu membawa kebaikan.
Tuhan senang jika kita rukun.

"Halo, bagaimana kabarnya, .... ?"
Itu bisa jadi satu kalimat yang baik untuk memulai.

Yuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun