Pangeran Adipati Arya Mangkunagoro IV di Surakarta, adalah cicit KGPAA. Mangkunegoro I (RM. Said/ Pangeran Sambernyow). Beliau adalah putra KPH. Hadiwijoyo 1 (putra KPH. Hadiwijoyo yang meninggal di Kaliabu Salaman saat berperang dengan Kompeni), yang menikah dengan putri KGPAA. Mang-kunagoro II, beliau merupakan putra ke-7 yang lahir pada malam Minggu Legi, 1 Sapar Jimakir (1736 atau 1809 M), dengan nama Raden Mas Soediro.
Sejak kecil RM. Soediro diasuh langsung oleh kakeknya KGPAA.
Mangkunagoro II namun setelah menginjak usia 10 tahun diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Rio yang kemudian naik takhta menjadi KGPAA. Mangkunagoro III, dan ditunjuk sebagai putrinya. Pada usia 15 tahun, ia bergabung dengan korps infanteri Mangkunagaran, dan tiga tahun kemudian mencapai pangkat kapten. Selama ini, dia tetap bersama ayah angkatnya (yang belum naik takhta), bertanggung jawab untuk mematuhi. Misi perang Kakek KGPAA. Mangkunagoro II antara lain: Perang di Cirebon, Palembang, Diponegaran. Oleh karena itu, ia selalu mendapat medali dan bintang jasa, dan pangkatnya di Korps pun meningkat pesat. Akhirnya, sambil berpangkat mayor infanteri, ia diangkat menjadi ajudan oleh ayah angkatnya dan Pepatih Dalem Mangkunagaran. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Pangeran dengan gelar KPH. Gondokusumo, yang selanjutnya dinikahkan dengan putri sulung KGPAA. Mangkunagoro III, ber-nama BRAj. Doenoek.
Setelah KGPAA.
Mangkunagoro III wafat, beliau diangkat sebagai penggantinya pada tanggal 14 Rabiulawal Jimawal 1781 atau 24 Maret 1853, yang sementara itu masih bergelar KGPAA. Prabu Prangwadono, Letnan Kolonel Infanteri Legiun Mangku-nagaran. Memutuskan untuk menyandang gelar KGPAA Mangkunagoro IV ketika berusia 47 tahun, pada hari Rabu 27 Kliwon Sura Jimakir 1786 atau 16 Agustus 1857. Pada masa pemerintahannya, ia banyak mendapat pujian dan penghargaan berupa bintang jasa dari pemerintah. Austria, Jerman dan Belanda atas kiprah – kiprah dan jasanya dalam pembangunan dan kepemimpinan pemerintahan Mangkunagaran. Pada masa pemerintahannya, Mangkunagaran mengalami masa keemasan baik ekonomi, sosial, dan budaya yang dikenal dengan Kala Sumbaga. Sumbaga artinya terkenal dan sangat sukses, tepatnya dialah pencipta utama ketenaran, sekaligus tumpuan kekayaan keluarga/kerabat mangkunagara, baik di dalam maupun luar negeri. Pada tahun perkebunan kopi dan tebu mulai didirikan hampir pada tahun di seluruh wilayah Kadipaten Mangkunagaran.
KGPAA. Mangkuna- Goro IV, rupanya seorang negarawan dan pengusaha hebat, dan lebih dari itu, dia juga seorang seniman dan filsuf yang hebat. Kemampuannya sebagai seniman dan filsuf meninggalkan sesuatu yang sangat berharga, tidak hanya bagi orang-orang terdekat Mangkunagaran tetapi juga bagi masyarakat luas di luar Mangkunagaran.
Warisan karya sastra berupa puisi (temp-bang) yang masih sangat dicintai dan dikagumi antara lain berjudul: Tripama, Manuhara, Nayakawara, Yogatama, Pariminta, Pralambang, Lara Kenya, Pariwara. Rerepen Pra -yangkara, Rerepen Prayasmara, Sendhon Langenswara dan karya sastra filsafat yang paling terkenal adalah Wedha- tama. Betapa terkenalnya kitab Wedhatama dan betapa harumnya nama KGPAA.
Mangkunagoro IV sebagai seorang penyair dan filosof besar dapat dibuktikan dengan beberapa kutipan pendapat sebagai berikut:
1. Wedhatama kecil dan tipis namun isinya padat, komprehensif dan luas jangkauannya.
Kata-kata mengandung makna yang dalam dan struktur kalimat yang enak didengar karena menyentuh emosi dan dapat digunakan sebagai sarana melatih dan mengembangkan jiwa/karakter.
Hal ini merupakan indikasi bahwa Wedhatama merupakan ciptaan tokoh protagonis yang mendapat petunjuk dari para Dewa.
2. Segala ciptaannya berkaitan dengan kebutuhan manusia, sebagai landasan pemahaman tentang hakikat ketuhanan, sebagai pedoman pendidikan, akhlak, keluhuran budi, agama dan kesempurnaan hidup.
3. Dalam silsilah penyair zaman baru, KGPAA.
Mang-kunagoro IV adalah salah seorang yang paling menonjol dalam bidang bahasa serta reputasi tata bahasanya. Oleh karena itu, dalam kelompok penyair tingkat tinggi, ia menempati posisi pertama.
Di akhir esainya, Dr. Pigeaud mempertegas maksudnya dengan menyatakan: “Demikianlah dalam sejarah sastra Jawa menduduki tempat utama, yang sampai sekarang dan di masa yang akan datang akan tetap tersimpan dalam ingatan dan kenangan setiap Bangsa.” Ketenaran dan reputasi KGPAA. Mangkunagoro IV, tidak hanya terdapat pada karya sastranya saja. Namun begitu juga halnya dengan wayang kulit peninggalan Mangkunagaran, khususnya pertunjukan sinetron Kyai Sebet, Wayang Madya, Langendriyan, pertunjukan epos Ramayana dan Mahabharata, serta pertunjukan lainnya yang disebut Beksan Wireng, dan masih ada beberapa jenis tarian baru. Kreasi Khas Mangkunegaran. Model rompi bernama Langenharjan Jas yang kini menjadi aksesoris mutlak busana pengantin pria kerajaan khususnya di wilayah Surakarta, semuanya merupakan ciptaannya.
Karya dan Jasa Jasa KGPAA. Mangkunagoro IV
Dalam kepemimpinan pemerintahan Mangkunagaran, Tuan adalah orang yang mandiri, penuh inisiatif dan kreativitas kekuasaan, antara lain:
1. Di bidang pemerintahan: meneliti dan menegaskan kembali batas-batas wilayah antar Mangku - Kerajaan Nagaran dan milik Kasunanan Surakarta dan Kasul- Tanan Yogyakarta (desa Ngawen yang terletak di wilayah Kerajaan Yogyakarta milik Kerajaan Mangku- Nagaran pada waktu itu).
2. Dalam bidang kemiliteran : mewajibkan setiap orang tua Mangkunagaran yang sudah dewasa dan yang tidak ingin menjadi pegawai negeri, terlebih dahulu menjalani pendidikan militer selama 6 sampai 9 bulan.
3. Di bidang ekonomi sosial: didirikan perusahaan komersial yang berbeda, yang menjadi sumber pendapatan bagi seluruh kerajaan, selain memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi penduduk wilayah Mangkunagaran.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain: pabrik gula yang didirikan di Tasikmadu, Colomadu, Gembongan, pabrik sisal di desa Mentotulakan, pabrik kue di desa Polokarto, pabrik batu bata dan ubin di desa Kemiri, perkebunan karet dan teh, kopi dan kina di lereng barat Gunung Lawu, penebangan kayu di wilayah Wonogiri, serta pembangunan perumahan sewa baik di dalam maupun luar kota Surakarta khususnya di Semarang (wilayah Pindirikan).
4. Dalam bidang sosial budaya: sebagai wujud kebangsawanan leluhur dan sebagai kerajaan yang merdeka (walaupun kecil), pemerintah dibekali dengan segala macam perlengkapan kerajaan, seperti; perhiasan (rijkssieraden), meja dan kursi ukir, lampu dan liontin, patung, karpet dan peralatan rumah tangga (sendok, garpu, gelas, gelas, dill), semuanya dipesan dan dibeli olehnya dari luar negeri yaitu Italia, Jerman, Persia dan negara lain. Megah, misterius dan mempesona semua yang melihatnya. Hingga saat ini sebagian besar benda-benda tersebut masih dapat dilihat di Keraton Mangku-nagaran.