" Na, udah kalo gak kuat kita pulang aja," ucap Ela mulai memegangi tubuh Rafina yang hamper terjatuh.
" Iya, mau pulang."
Beberapa hari setelah kejadian itu, Vanno, teman satu program studi dengan Rafina datang untuk menjenguk. Sebelumnya Rafina sudah sering menceritakan tentang keanehan Rumah dan Desa KKNnya, namun Vanno selalu menasehati Rafina untuk tidak takut dengan mereka dan tetap melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah Tuhannya.
" Apa yang lo lihat di acara tradisi itu?" tanya Vanno
" Van, bukan orang yang nari di acara itu, bukan tetua adat," jawab Rafina mulai ketakutan hingga hampir menangis.
" Lo yang tenang, jangan takut, kita punya Allah, Na. Jadi apa yang lo lihat?"
" Kera putih," jawab Rafina sedikit berbisik.
Vanno terdiam agak lama, membuat suasana di ruangan itu senyap. Rafina takut Vanno tidak mempercayai ucapannya, tapi hanya lelaki itu satu-satunya harapan baginya untuk mencari Solusi atas semua permasalahan yang terajadi di kelompok KKNnya.
" Kejadian di Rumah KKN kami pun sangat aneh, Van. Aigar dia kerasukan malam-malam lempar batu ke depan kebun Rumah kita padahal ga ada apa-apa, pas gua tegur matanya putih setelahnya dia pingsan. Kami coba minta penjelasan waktu dia sadar, tapi dia bilang dia ngejar salah satu dari kami karena ngisengin dia di Kamar mandi, padahal ga ada siapa-siapa, gak tau dia ngejar siapa sampai ke depan Rumah." Terang Pram, ketua kelompok KKN Rafina yang dari tadi diam ikut menimpali.
" Kalian gak ada yang salat ya di Rumah ini? Sering ngomong kasar juga," tanya Vanno kembali.
Rafina dan Pram hanya menganggukan kepala. Dari awal, kelompok mereka memang sudah salah. Mereka mulai melupakan ibadah kepada Tuhannya karena sibuk melakukan program kerja di Desa dan membantu jalannya acara tradisi Desa. Pram pun menyesali perbuatannya dan teman-temannya yang sering bermain game dengan mengucap kata kasar.