Samin menggaruk rambutnya. Entah karena bingung atau memang gatal karena sudah tiga hari dia tak keramas.
"Jadi bagaimana Bang? Atau mungkin... Abang bisa dipenjara? " kata Samin hati hati.
Ujang terbahak. Membuat Samin kaget dan jantungnya berdegup tak karuan.
"Halah! Hidup di penjara terlalu enak sekarang Min. Hukuman seperti itu tak pantas buat penjahat kecil sepertiku," jelasnya.
Samin tidak paham dengan apa yang diucapkan Ujang. Dia pun semakin yakin bahwa Ujang sudah hilang kewarasan.
"Hidup dalam pelarian, sendirian dan kesepian. Aku telah menjalani hukuman penjaraku Min."
Mendengar ucapan itu, Samin kembali menggaruk kepalanya. Kali ini bisa dipastikan kalau rambut kriwulnya sudah jadi sarang ketombe karena tak rajin keramas.
"Tak paham aku dengan maksut Bang Ujang. Sebetulnya aku juga takut terlibat ini. Meski aku orang kampung, tapi kata anak pak RT yang kuliah di Jogja, membantu buronan bisa dihukum juga bang. Kau tau kan, omongan anak kuliah itu bener Bang. Mereka orang pinter. Ayolah Bang, aku tak mau dipenjara. Aku harus jualan daging di pasar, menghidupi istri dan anak anakku" ujar Samin panjang lebar. Ia sebetulnya hanya ingin bilang 'Pergi lah kau dari sini bang Ujang!'
Tiba tiba Ujang terkikik. Dan masih tetap memandang ransel hitam yang sudah semalaman ia dekap.
"Aku ini bukan buronan Min. Aku tak dilaporkan ke polisi. Bank hanya menyewa orang berbadan gempal untuk mencariku. Kalau tak menemukanku, mereka akan melupakan kasusku. Tenanglah Min, yang kuambil dari bank hanya recehan bagi bank itu," imbuh Ujang.
"Jadi mereka tidak meminta uang itu kembali? "