Misalnya setelah pulih dari covid 19, pemerintah mulai gencar mengejar ketertinggalan siswa dengan menghadirkan kurikulum Prototipe yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi Kurikulum Merdeka Belajar sebagai jawaban atas permasalahan yang ada.Â
Tetapi apakah itu mampu mendongkrak mutu pendidikan kita? Masih sangat bisa diperdebatkan.
Menurut para ahli pendidikan kurikulum merdeka adalah jawaban tepat atas learning loss yang dialami anak-anak didik kita akibat covid 19. Tetapi penerapan kurikulum ini juga menuai pro dan kontra.
Bersamaan dengan itu, Ujian Nasional (UN) ditiadakan atau dihapus. Ya, sejak tahun 2021, Menteri Nadim menghapus UN dan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Banyak pihak senang dengan kebijakan baru kementerian Pendidikan baru kala itu.Â
Tetapi eforia ini tidak diikuti dengan upaya-upaya untuk tetap mempertahankan mutu pendidikan yang selama ini dijaga.Â
Karena itu sekolah seolah-olah hanya menjadi tempat singgah untuk mendapatkan ijazah sebagai bukti bahwa seseorang pernah bersekolah.
Apalagi di dalam kurikulum merdeka tidak dikenal istilah siswa tahan kelas. Ketika seorang siswa sudah duduk di kelas 1 SD, maka akan secara otomatis tahun berikutnya ia akan naik ke kelas 2 dan seterusnya.Â
Belum lagi remedial dan pengayaan yang dilakukan oleh guru-guru hanya seadanya atau hanya untuk memenuhi tuntutan kurikulum.Â
Padahal sudah menjadi tugas guru untuk menuntaskan masalah-masalah yang dihadapi oleh para siswa yang masih rendah pemahaman literasi dan numerasinya.
Maka tidak mengeherankan apabila ada siswa yang sudah ada di bangku SMP atau bahkan SMA tetapi belum lancar membaca.Â