Pancasila dan Generasi Z seringkali dipertentangkan, seolah-olah keduanya berada pada dua kutub yang berseberangan. Faktanya tidak demikian.
Pancasila adalah landasan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia dan merupakan pedoman dalam menyusun Undang-undang.
Sedangkan generasi Z merupakan sebuah generasi yang menjadi tuan atau pemilik dari kemajuan global yang pesat saat ini.
Pancasila tidak pernah menolak kemajuan. Justru dengan sifatnya yang terbuka, membuat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya abadi dan selalu kontekstual pada setiap zaman.
Pancasila dan generasi Z tidak harus dipertentangkan. Alasannya Pancasila bukan sebuah ideologi tertutup. Pancasila adalah ideologi terbuka.Â
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila selalu bersifat dinamis terhadap perkembangan zaman. Termasuk menerima segala perkembangan ilmu dan teknologi mutakir.Â
Hanya saja semua itu tidak diterima begitu saja. Pancasila bisa juga berfungsi sebagai filtrasi sehingga semua yang baik dan positif diterima, sedangkan yang negatif akan dieleminir.
Sadar tidak sadar, semua saripati nilai-nilai baik dari kebudayaan kita sudah termaktub di dalam Pancasila. Karena itu tidak mengherankan bila pemerintah menetapkan hari pertama di bulan Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.Â
Pemilihan peringatan hari lahirnya Pancasila bukanlah sebuah kebetulan belaka.Â
1 Juni 1945 merupakan hari dimana Presiden Soekarno mencetuskan Pancasila di depan sidang BPUPKI. Sejak itu 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Â Kemudian lewat Kepres No. 24 tahun 2016, pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional.
Ada banyak cara untuk memperingati hari lahirnya Pancasila. Salah satunya adalah dengan upacara bendera.
Tetapi peringatan hari lahirnya Pancasila tidak bisa hanya dengan upacara bendera lalu selesai. Acara-acara seremonial seperti itu hanya merupakan pelecut atau pengingat agar kita bisa lebih memaknai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan setiap hari.
Sebab penghayatan nilai-nilai Pancasila harus menukik lebih dalam ke setiap sendi kehidupan. Sebagai ideologi negara, Pancasila harus menjadi acuan dan pendoman bangsa Indonesia dalam berbagai segi kehidupan.
Generasi Z sering dianggap menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila. Padahal sebenarnya tidak demikian. Â Sebab nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebenarnya juga merupakan nilai-nilai universal yang dibawa oleh kemajuan saat ini.
Generasi Z dianggap demikian karena sepertinya mereka telah melupakan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh tingkah laku dan tutur mereka setiap hari.
Banyak yang sudah kehilangan rasa kemanusiaannya sehingga bisa menyiksa temannya tanpa belas kasihan. Bahkan sampai menghilangkan nyawa pun mereka sudah begitu tega.
Pesatnya perkembangan teknologi global yang telah melahirkan generasi Z dengan pola pikir yang cenderung menginginkan hal-hal yang serba instan, menyebabkan generasi Z seolah-olah ada di persimpangan jalan.
Untuk mengembalikan gen Z kepada penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, pendidikan merupakan pintu masuknya.Â
Menarik bahwa kurikulum merdeka telah menempatkan kembali pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib ke dalam mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah.
Ada satu cita-cita besar dari para founding fathers kita lewat nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila yaitu mewujudkan masyarakat yang hidup berdampingan dengan semangat gotong royong dalam keberagaman.
Cita-cita inilah yang sedang diperjuangkan lewat pendidikan Pancasila di bangku sekolah.
Nilai-nilai seperti kegotoroyongan dan saling menghargai adalah nilai-nilai yang menjadi kekhasan bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini tidak boleh dibiarkan digilas oleh nilai-nilai negatif yang dibawa oleh kemajuan global yang cenderung individualistis.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ingin memperkuat penghayatan nilai-nilai Pancasila melalui penguatan karakter dalam enam Profil pelajar Pancasila.
Enam profil pelajar Pancasila merupakan langkah taktis dari Kemendikbudristek untuk mengakarkan kembali nilai-nilai Pancasila di dalam diri seorang anak didik mulai dari bangku Paud hingga Perguruan Tinggi.
Ini adalah upaya agar generasi Z tidak tercerabut dari nilai-nilai Pancasila yang merupakan saripati dari budaya bangsa kita.
Dengan kata lain, agar tidak terperangkap dalam kemajuan zaman tanpa memiliki basis nilai yang jelas, penguatan karakter lewat pendidikan Pancasila sangat diperlukan.
Enam profil pelajar Pancasila itu adalah beriman, bertaqwa kepada TYME, dan berakhlak mulia; berkebhinekaan global; mandiri; bergotong royong; bernalar kritis; dan kreatif.
Profil pelajar Pancasila menjadi karakter yang wajib dibangun sejak anak usia dini.
Sebagaimana telah disentil di atas bahwa kita tidak bisa memungkiri perkembangan dunia komunikasi dan digital dewasa ini telah menempatkan generasi Z pada satu pilihan dilematis antara mempertahankan nilai-nilai budaya yang berakar pada Pancasila atau meninggalkannya.
Anak-anak sekolah saat ini jangankan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, menghafal kelima sila Pancasila saja susah.
Untuk itu dengan memasukkan kembali Pancasila sebagai bahan pelajaran di sekolah, anak-anak dari generasi Z ini mampu mengomunikasikan dengan lebih baik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan paraktis mereka.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya sangat mudah diterapkan.
Misalnya, dengan membiasakan anak-anak beribadah dan mengikuti perayaan-perayaan keagamaan, mengasah simpati dan empati anak untuk berbela rasa dengan mereka yang mengalami musibah atau penderitaan.
Selain itu juga mengajari mereka untuk saling menghargai, gotong royong, dan masih banyak hal-hal praktis yang bisa dilakukan anak untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka. Â
Karena itu selain menghafal sila-sila dari kelima sila Pancasila, anak-anak sebaiknya langsung ditunjukkan dengan praktek melalui pengalaman hidup yang nyata dalam keseharian mereka.
Jadi sebenarnya ada begitu banyak cara yang bisa dibiasakan kepada anak agar mereka mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan setiap hari.
Yang menjadi persoalan adalah kita tidak menyederhanakan itu untuk anak-anak. Kita selalu menyodorkan teori-teori dan teks-teks berat sebagai bahan hafalan untuk anak. Dengan demikian anak menjadi bosan dan bersifat apatis.
Padahal pengamalan nilai-nilai Pancasila itu sudah begitu terang benderang melalui pengalaman mereka dalam hidup setiap hari.
Maksud dari pendidikan Pancasila sejak usia dini adalah agar anak sudah dibiasakan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai penuntun agar mampu berpikir dan bertindak berdasarkan Pancasila sebagai jati diri dan identitas bangsa.
Lebih jauh lagi, pendidikan Pancasila tidak hanya sekedar dikenal sebagai sebuah teori tetapi bagaimana bisa diwujudkan dalam setiap sikap dan perbuatan.
Sedangkan Kurikulum merdeka adalah sebuah program pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah untuk memperkuat pendidikan dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kurikilum dan pembelajaran.
Jadi pada dasarnya keduanya tidak bertentangan. Pengintegrasian Pancasila ke dalam kurikulum merdeka bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang patriotik, bertanggung jawab dan memiliki identitas nasional yang kuat.
Dengan demikian, gen Z bisa saja tetap menikmati kemajuan zaman tanpa harus tercerabut dari budaya ke-Indonesiaannya yang termaktub di dalam 5 sila Pancasila.
Selamat hari Pancasila!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H