Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bahaya Terselubung Modifikasi Cuaca untuk Mencegah Curah Hujan Tinggi

28 Februari 2023   08:07 Diperbarui: 1 Maret 2023   11:57 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuaca ekstrem menyebabkan banjir. Sumber Foto: Kompas.id

Tentu masih sangat segar dalam ingatan kolektif kita, saat Rara si pawang hujan dengan ritualnya yang dalam tanda kutip mampu mengendalikan hujan di Mandalika tahun lalu saat balapan Motogp perdana di sirkuit ini.

Suatu hal yang belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga saat ini. Apakah kemampuan supranatural untuk mengendalikan alam atau cuaca benar-benar ada atau tidak.

Tetapi secara ilmiah dapat dipastikan bahwa sudah ada cara untuk memodifikasi cuaca agar manusia dapat terhindar dari bencana yang disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi bisa dikendalikan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

Tetapi ada bahaya terselubung di balik penggunaan teknologi modifikasi cuaca ini.

Operasi TMC sendiri dilakukan berdasarkan prakiraan cuaca dari BMKG. Operasi ini, menurut BPPT akan dilakukan paling lama dua bulan atau satu setengah bulan tergantung lamanya cuaca ekstrim di suatu tempat.

Teknologi modifikasi cuaca ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Berbagai sumber yang di-search penulis menggunakan mesin pencari google, mencatat bahwa teknologi ini sebenarnya sudah diadopsi sejak tahun 1977.

Dulu teknologi ini lebih dikenal dengan istilah hujan buatan. Ids awal pembuatan hujan buatan berasal dari Presiden Suharto setelah melihat pertanian di Thailand yang sangat maju.

Setelah melakukan pengamatan oleh ahli pertanian dalam negeri, ternyata majunya pertanian di Thailand disebabkan karena supply air pertanian yang dibantu dengan teknologi modifikasi cuaca.

Meski demikian, operasi TMC ini tidak jauh dari keterkaitan dengan teknologi dan interpretasi manusia dalam memodifikasi cuaca yang sifatnya alami.

Karena itu peluang kegagalan TMC bisa lebih dari 50 persen. Hal ini tergantung juga pada arah dan besaran angin.

Teknologi modifikasi cuaca inilah yang akan digunakan untuk mengendalikan cuaca ekstrem yang terjadi hampir merata di seluruh Indonesia khususnya di ibu kota negara yang memang sangat akrab dengan banjir.

Cuaca memang sedang tidak bersahabat dalam satu atau dua pekan ini. Menurut prakiraan cuaca yang dirilis BMKG, hampir seluruh wilayah Indonesia akan mengalami tiga kali cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi, yaitu pertama sudah terjadi pada periode akhir Desember hingga akhir Januari, kedua terjadi pada periode pertengahan Februari hingga awal Maret ini, dan ketiga adalah akhir Maret ini.

Cuaca ekstrim ini menyebabkan beberapa bencana terjadi. Hujan yang turun terus-menerus membuat tanah mudah bergerak sehingga rawan terjadi longsor. Banyak rumah warga menjadi korban longsoran. Belum lagi, banyak jembatan dan jalan putus dimana secara otomatis menghambat jalur transportasi warga.

Salah satu contohnya, bergesernya bukit di Takari yang menutup akses jalan provinsi Kupang-Atambua. Demikian pun sebuah sekolah di Kewar, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu yang berada langsung di batas negara dengan Timor Leste, harus roboh akibat tanah longsor.

Memang  cuaca ekstrem sering rawan terhadap bencana. Intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir di mana-mana. Kota-kota yang sebelumnya tidak pernah kebanjiran, terkena dampaknya pada saat ini.

Dari Aceh hingga beberapa daerah di Jawa, Bali, dan Kalimantan juga  mengalami banjir yang cukup besar.

Cuaca beberapa tahun terakhir mudah sekali berubah dan sulit diprediksi khususnya dengan berbagai kode alam yang dulunya sangat dipercaya oleh para tetua.

Meski kini kita telah dipermudah oleh ramalan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG, namun cuaca yang berubah tiba-tiba sering mengecoh.

Karena itu yang perlu diantisipasi adalah bencana hodrometeologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

Selain itu, angin kencang berdurasi singkat juga akan menyebabkan banyak pohon tumbang dan kerusakan atap bangunan dan fasilitas umum lainnya.

Masyarakat yang berada di daerah rawan longsor seperti lereng bukit, mesti waspada jika terjadi hujan lebat yang berdurasi lama.

Segera ungsikan barang-barang berharga ke tempat yang aman dan berjaga-jaga selalu mengantisipasi tanah longsor dan banjir bandang.

Tingginya curah hujan merupakan penyebab longsor. Apalagi, waktu kemarau yang panjang, tanah akan mengering dan membentuk rongga pecah-pecah atau pori-pori.

Ketika musim hujan dan terlebih curah hujan yang tinggi akan menyebabkan air akan masuk dan meresap ke tanah yang retak dan memenuhi rongga sehingga tanah akan bergeser.

BPPT berencana untuk menggunakan TMC untuk mengendalikan intensitas curah hujan yang tinggi di ibu kota dan sekitarnya untuk mengurangi dampak banjir.

Pertanyaannya, amankah menggunakan teknologi modifikasi cuaca tersebut untuk mengubah cuaca?

Ternyata BPPT sendiri mengakui bahwa penggunaan TMC secara terus menerus akan mengganggu siklus air tanah.

Cara menggunakan teknologi ini sendiri menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah dengan upaya meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat dan begitu pula sebaliknya.

Dengan menaburkan garam ratusan kilogram di atas bibit awan yang berpotensi membawa hujan ke daratan, maka hujan akan turun di tempat proses itu terjadi dan tidak sempat sampai ke daratan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pesawat di ketinggian 10-11 ribu kaki.

Walau hujan masih akan tetap turun tetapi intensitasnya rendah karena hujan sudah lebih dahulu turun di lautan.

Tetapi dengan teknologi ini sebenarnya ada bahayanya. Kita telah mengintervesi proses-proses alamiah dari alam.  Dan jika manusia keranjingan dan terus-menerus mengendalikan cuaca dengan cara ini, maka secata otomatis akan mempengaruhi cuaca secara keseluruhan. 

Ketakutannya, jika suatu saat hujan tidak turun lagi, karena proses penguapan air serta pembentukan awan menjadi terganggu, maka kita sendirilah yang akan menanggung akibatnya.

Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika air tanah berkurang drastis karena daratan kekurangan hujan. Sudah tentu, kekeringan akan terjadi di mana-mana dan dampak lanjutannya akan mudah ditebak.

Penggunaan teknologi modifikasi cuaca di satu sisi baik karena kita mampu mengendalikan intensitas curah hujan yang tinggi sehingga tidak terjadi banjir, tapi di sisi lain, air tanah akan berkurang dan itu akan berpengaruh pada supply air bersih untuk kebutuhan manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya.

Sebenarnya, selain pengendalian cuaca menggunakan teknologi ini, masih ada pilihan bijak lainnya yang lebih ramah alam dan lingkungan yaitu memperbanyak infrastruktur tata kelolah pengendalian air sambil memperbanyak ruang terbuka hijau.

Apabila tata kelolah infrastruktur air di suatu daerah bagus, maka sebesar apapun intensitas hujan, tidak akan terjadi banjir.

Satu hal yang perlu diwaspadai adalah sudah sering terjadi bahwa campur tangan manusia terhadap alam sering menimbulkan masalah yang lebih serius.

Alam sebenarnya mempunyai mekanisme sendiri. Ketika manusia mulai campur tangan, di situ tata alam akan ikut berubah secara tidak wajar.

Teknologi modifikasi  cuaca kemungkinan besar hanya bisa mengurai cuaca di suatu daerah yang skalanya kecil. Perubahan itu justru akan mengubah juga cuaca di tempat lain yang mungkin akan jauh lebih buruk.

Memang tujuannya baik yaitu mencegah kelebihan air yang bisa menyebabkan banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Tetapi kadang-kadang interpretasi manusia terhadap alam sering berlawanan dengan kehendak alam.

Keseimbangan alam yang terganggu akan mengganggu seluruh alam itu sendiri yang merupakan satu kesatuan.

Saya ingat cerita dalam novel Hujan karya Tere Liye. Dalam "Hujan", kita bisa melihat bagaimana upaya manusia untuk mengubah cuaca justru berakibat fatal. Musim panas terjadi cukup lama dan tidak bisa diprediksi kapan berakhir (Baca, novel Tere Liye, Hujan).

Walaupun cerita ini hanyalah fiksi, namun pesan bagi kita manusia cukup jelas. Biarkan alam memproses dirinya sendiri. Roda alam akan berputar sesuai dengan mekanismenya. 

Manusia tidak perlu ikut campur tangan terlalu dalam terhadap alam yang memproses dirinya. Campur tangan manusia justru akan membuat alam berbalik memusuhi dan melawan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun