Tentu masih sangat segar dalam ingatan kolektif kita, saat Rara si pawang hujan dengan ritualnya yang dalam tanda kutip mampu mengendalikan hujan di Mandalika tahun lalu saat balapan Motogp perdana di sirkuit ini.
Suatu hal yang belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga saat ini. Apakah kemampuan supranatural untuk mengendalikan alam atau cuaca benar-benar ada atau tidak.
Tetapi secara ilmiah dapat dipastikan bahwa sudah ada cara untuk memodifikasi cuaca agar manusia dapat terhindar dari bencana yang disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi bisa dikendalikan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Tetapi ada bahaya terselubung di balik penggunaan teknologi modifikasi cuaca ini.
Operasi TMC sendiri dilakukan berdasarkan prakiraan cuaca dari BMKG. Operasi ini, menurut BPPT akan dilakukan paling lama dua bulan atau satu setengah bulan tergantung lamanya cuaca ekstrim di suatu tempat.
Teknologi modifikasi cuaca ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Berbagai sumber yang di-search penulis menggunakan mesin pencari google, mencatat bahwa teknologi ini sebenarnya sudah diadopsi sejak tahun 1977.
Dulu teknologi ini lebih dikenal dengan istilah hujan buatan. Ids awal pembuatan hujan buatan berasal dari Presiden Suharto setelah melihat pertanian di Thailand yang sangat maju.
Setelah melakukan pengamatan oleh ahli pertanian dalam negeri, ternyata majunya pertanian di Thailand disebabkan karena supply air pertanian yang dibantu dengan teknologi modifikasi cuaca.
Meski demikian, operasi TMC ini tidak jauh dari keterkaitan dengan teknologi dan interpretasi manusia dalam memodifikasi cuaca yang sifatnya alami.
Karena itu peluang kegagalan TMC bisa lebih dari 50 persen. Hal ini tergantung juga pada arah dan besaran angin.