Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka (Bukan) Kurikulum Utopia

15 November 2022   14:34 Diperbarui: 18 November 2022   13:13 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi depoedu.com

Kurikulum merdeka mempunyai tujuan pokok yakni  meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa dan membuat pelajar Indonesia memiliki karakter Pancasila di dalam diri mereka.

Selain beberapa masalah yang dihadapi oleh guru dan siswa tersebut, berikut ini adalah beberapa tantangan dalam penerapan kurikulum merdeka.

Tantangan pertama, yaitu guru harus melek IT. Ini menjadi mutlak karena dengan IT transfer ilmu menjadi lebih mudah. Kemudian, banyak inovasi dan kretaifitas dapat tercipta lewat dunia IT. Akan diaktifkan program berbagi karya sehingga dapat menciptakan iklim berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah masing-masing.

Dikutip dari GuruBelajar.id, hanya ada sekitar 20 persen guru yang benar-benar siap mengimplementasikan kurikulim merdeka. Ini artinya sebagian besar masih gagal paham tentang kurikulum baru ini.

Penerapan kurikulum merdeka mempunyai beberapa kendala karena pertama, para guru selama initidak mempunyai pengalaman dengan kemerdekaan belajar. 

Kedua, keterbatasan referensi. Buku sumber yang digunakan guru untuk mengajar itu itu saja dari tahun ke tahun. 

Ketiga, kurangnya akses yang dimiliki dalam pembelajaran. Akses tersebut bisa online maupun dengan pihak-pihak terkait. Keempat, manejemen waktu dalam kurikulum merdeka. Kelima, kurangnya skill atau kompetensi yang dimiliki oleh para guru.

Memang agak sulit apabila terlalu memaksakan para guru untuk benar-benar memahami isi kurikulum ini jika merujuk pada kendala-kendala tersebut.

Tetapi jika dilakukan sosialisasi yang masif tentang kurikulum merdeka maka gagal paham ini bisa tertasi secara perlahan-lahan. Asalkan kurikulum tidak berganti lagi. 

Jika setiap ada menteri pendidikan yang baru, kurikulum juga berganti maka semua biaya dan energi yang sudah dihabiskan untuk sosialisasi kurikulum ini akan menjadi sia-sia.

Sosialisasi yang masif tidak harus dengan tatap muka. Guru tidak perlu ke Jakarta untuk pelatihan yang mungkin akan menghabiskan anggaran yang jumlahnya tidak sedikit. Tetapi cukup dengan memanfaatkan dunia digital lewat media-media sosial dan media masa yang ada. Literasi digital yang harus digalakkan mulai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun