Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka (Bukan) Kurikulum Utopia

15 November 2022   14:34 Diperbarui: 18 November 2022   13:13 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kurikulum merdeka. Sumber: Kompas/Heruyanto

Sudah hampir enam bulan atau satu semester Kurikulum Merdeka Belajar diaplikasikan di sekolah-sekolah yang memilih menggunakan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum di sekolah mereka. 

Sebagaimana kita tahu, tahun pembelajaran 2022/2023 merupakan tahun awal penerapan kurikulum merdeka belajar. Sebuah kurikulum yang dikatakan mampu mengisi ruang-ruang kosong dari pandemi Covid-19.

Banyak praktisi pendidikan sangat khawatir tentang pendidikan karena learning loss yang dialami oleh generasi emas bangsa ini.

Penerapan kurikulum merdeka diharapkan mampu mengatasi semua ketertinggalan yang ada walaupun tidak 100 persen bisa teratasi.

Meski demikian, banyak yang sangsi terhadap penerapan kurikulum baru ini. Ada pendapat bahwa kurikulum merdeka hanya menjadi semacam kurikulum utopia karena terlalu mengawan dan belum menyentuh aspek mendasar mentalistas bangsa ini.

Tetapi benarkah demikian? Marilah melihat kurikulum ini lebih jauh. Sejauh mana penerapannya selama 1 semester ini.

Basis kurikulum ini adalah merdeka belajar untuk siswa dan merdeka mengajar untuk para guru. 

Meski tidak semua sekolah menggunakan kurikulum ini untuk pembelajaran , tetapi kita bisa mengukur relevansinya dalam mengisi ruang-ruang kosong pendidikan kita sebagai akibat dari covid-19. Assesment bisa diperoleh dari sekolah-sekolah yang telah menerapkannya di sekolah masing-masing.

Kurikulum merdeka belajar atau yang dulu dikenal dengan nama kurikulum prototipe adalah sebuah kurikulum yang benar-benar mengekplorasi kemerdekaan dari siswa dan guru. 

Siswa diberi kebebasan untuk sendiri menentukan pelajaran yang sesuai dengan bakat minatnya. Siswa mempunyai lebih banyak waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya.

Ilustrasi depoedu.com
Ilustrasi depoedu.com

Sedangkan untuk guru, mereka akan lebih fleksibel dalam memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Tetapi namanya sesuatu yang baru, pasti mengundang pro dan kontra. Bagi mereka yang kontra, istilah merdeka yang digunakan di dalam kurikulum merdeka seolah-seolah mengatakan bahwa selama ini siswa dan guru masih terjajah dengan sistem pendidikan yang ada.

Padahal yang dimaksud dengan merdeka dalam kurikulum merdeka belajar adalah guru dan siswa mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak selama proses pembelajaran.

Merdeka yang dimaksudkan dalam kurikulum merdeka juga tidak dimaksudkan bahwa siswa benar-benar memerdekakan diri dengan melakukan sesuatu seenaknya saja tanpa adanya aturan yang mengikat mereka.

Dalam kurikulum merdeka belajar, KBM tidak lagi berpusat di kelas melainkan bisa dilaksanakan di luar kelas disesuaikan dengan kondisi dan keadaan lingkungan pendidikan masing-masing.

Lalu bagaimana implementasi di lapangan?

Bagi sebagian guru yang telah menerapkan kurikulum merdeka, proses KBM menggunakan kurikulum merdeka tidak jauh beda dengan kurikulum sebelumnya. Bahkan ada yang cukup pesemis dengan kehadiran kurikulum ini.

Bagi guru-guru lintas generasi, kurikulum merdeka sebenarnya sama saja. Semua materi ajar atau isi dari pembelajaran sama. Dengan kata lain, nama kurikulum berganti tetapi muatan dan isi sama saja dengan yang terdahulu.

Sementara dari beberapa guru yang lain mengatakan bahwa mereka merasa khawatir tidak mendapatkan kelas mengajar karena sepi peminat para siswa.

Dari sisi siswa, pengalaman KBM dengan kurikulum merdeka memberi corak tersendiri bagi mereka. Kurikulum merdeka memberi mereka ruang yang lebih baik untuk mengeksplorasi bakat minat serta potensi dirinya.

Kurikulum merdeka mempunyai tujuan pokok yakni  meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa dan membuat pelajar Indonesia memiliki karakter Pancasila di dalam diri mereka.

Selain beberapa masalah yang dihadapi oleh guru dan siswa tersebut, berikut ini adalah beberapa tantangan dalam penerapan kurikulum merdeka.

Tantangan pertama, yaitu guru harus melek IT. Ini menjadi mutlak karena dengan IT transfer ilmu menjadi lebih mudah. Kemudian, banyak inovasi dan kretaifitas dapat tercipta lewat dunia IT. Akan diaktifkan program berbagi karya sehingga dapat menciptakan iklim berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah masing-masing.

Dikutip dari GuruBelajar.id, hanya ada sekitar 20 persen guru yang benar-benar siap mengimplementasikan kurikulim merdeka. Ini artinya sebagian besar masih gagal paham tentang kurikulum baru ini.

Penerapan kurikulum merdeka mempunyai beberapa kendala karena pertama, para guru selama initidak mempunyai pengalaman dengan kemerdekaan belajar. 

Kedua, keterbatasan referensi. Buku sumber yang digunakan guru untuk mengajar itu itu saja dari tahun ke tahun. 

Ketiga, kurangnya akses yang dimiliki dalam pembelajaran. Akses tersebut bisa online maupun dengan pihak-pihak terkait. Keempat, manejemen waktu dalam kurikulum merdeka. Kelima, kurangnya skill atau kompetensi yang dimiliki oleh para guru.

Memang agak sulit apabila terlalu memaksakan para guru untuk benar-benar memahami isi kurikulum ini jika merujuk pada kendala-kendala tersebut.

Tetapi jika dilakukan sosialisasi yang masif tentang kurikulum merdeka maka gagal paham ini bisa tertasi secara perlahan-lahan. Asalkan kurikulum tidak berganti lagi. 

Jika setiap ada menteri pendidikan yang baru, kurikulum juga berganti maka semua biaya dan energi yang sudah dihabiskan untuk sosialisasi kurikulum ini akan menjadi sia-sia.

Sosialisasi yang masif tidak harus dengan tatap muka. Guru tidak perlu ke Jakarta untuk pelatihan yang mungkin akan menghabiskan anggaran yang jumlahnya tidak sedikit. Tetapi cukup dengan memanfaatkan dunia digital lewat media-media sosial dan media masa yang ada. Literasi digital yang harus digalakkan mulai saat ini.

Tantangan kedua adalah tidak semua siswa on dan tanggap dalam melihat setiap permasalah atau project yang ada di sekolah. Hal ini dikarenakan faktor kemampuan setiap individu yang berbeda. Padahal dalam kurikulum merdeka, ketuntasan belajar siswa sangat ditentukan oleh kemampuan siswa sendiri.

Tetapi tantangan ini dapat teratasi bila landasan yang diletakkan bagi para peserta didik sejak dini sudah bagus. Potensi dan kompetensi siswa akan tereksplorasi dengan baik bila ditata dengan baik sejak Paud atau TK.

Jika semua berjalan sesuai dengan koridornya, kurikulum merdeka mampu mengantar siswa dan guru mencapai kemerdekaan dalam belajar dan mengajar.

Tetapi apabila tantangan-tantangan itu tidak dijawab dengan tuntas, maka kurikulum merdeka hanya akan menjadi kurikulum utopia. Sesuatu yang hanya bergerak dan berjalan di dunia angan-angan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun