cukai rokok atau tarif cukai hasil tambakau (CHT) sebesar 10 persen di awal tahun 2023.
Pemerintah akan menaikkan beaNamun ini bukanlah solusi karena bagi para penikmat rokok, harga rokok yang mahal bukan halangan untuk mereka tetap merokok.
Ketergantungan terhadap nikotin dari tembakau membuat para perokok tidak peduli meski harga rokok melangit. Tapi ada kecualinya. Berhenti produksi rokok. Tetapi bisakah?Â
Seperti yang sudah diwartakan bahwa kenaikan CHT ini sebenarnya sudah terjadi di awal tahun 2022. Saat itu pemerintah menaikkan tarif CHT sebesar 12, 5 persen. Â
Suatu hal yang membuat sebagian para perokok serba salah.Â
Mereka harus merogoh gocek lebih untuk rokok karena harga rokok menjadi semakin mahal. Mau tidak merokok tapi sudah ketergantungan, mau merokok tapi pengeluaran bulanan mesti dikalkulasi ulang.
Sedangkan untuk sebagian lagi merasa 'bodoh amat', kenaikan harga rokok tidak mempengaruhi mereka. Mau rokok mahal kek, mau murah kek, yang penting asap tetap mengepul. Itulah nikmatnya dunia mereka.
Pemerintah telah menetapkan, awal tahun depan (2023) kenaikan tarif ini tidak hanya berlaku untuk tarif CHT tetapi juga termasuk rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Berdasarkan sumber dari Humas Kemensetneg (Kementerian Sekretariat Negara) rokok eletrik akan naik rata-rata 15 persen tiap tahun selama lima tahun ke depan. Sedangkan untuk HPTL akan ada kenaikan 6 persen.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani kenaikan ini dimaksudkan untuk menurunkan angka para perokok usia remaja sehingga target prevelensi perokok usia 10 - 18 tahun sebesar 8,7 persen sesuai dengan RPJMN (Rencana  Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2020 - 2024 dapat tercapai.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa tujuan kenaikan tarif CHT, rokok elektrik, dan HPTL dimaksudkan oleh pemerintah agar masyarakat Indonesia makin sehat.