PSSI untuk keluar dari AFF dan gabung dengan EAFF bukan isapan jempol belaka.
Ternyata ancamanBerbagai manuver telah dilakukan oleh PSSI untuk memperkuat niatnya tersebut. Hal ini terungkap dari pernyataan Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan yang mengatakan bahwa PSSI telah melakukan komunikasi dengan EAFF. Menurutnya EAFF akan senang bila Indonesia gabung ke mereka.
Namun, apakah langkah ini adalah langkah bijak PSSI sebagai organisasi yang menaungi sepak bola Indonesia?
Indonesia (baca:PSSI) harus mempertimbangkan keputusannya untuk keluar dari Konfederasi sepak bola Asia Tenggara atau ASEAN Football Federation (AFF).
Kita memang patut kecewa atas aturan kuno yang dipakai AFF pada pagelaran piala AFF 2022 yang menyebabkan Indonesia tidak lolos di babak penyisihan group.
Kita juga patut kecewa dengan sepak bola gajah yang diperagakan oleh Vietnam dan Thailand sebagai bagian dari "persengkongkolan" keduanya untuk menyingkirkan Indonesia.
Mengapa banyak diskresi harus dibuat oleh PSSI, sebab persoalan utama kegagalan kita di piala AFF 2022 sebenarnya tidak terletak disitu.
Sebelum perhelatan piala AFF 2022 semua ofisial tim tentu sudah diundang untuk membahas aturan-aturan yang akan dipakai dalam penyelenggaraan event olahraga bergengsi Asia Tenggara itu.
Mengapa sudah tahu aturan mainnya tapi lengah di pertandingan-pertandingan awal ketika menghadapi Vietnam dan Thailand?
Semua tim tentu harus mempersiapkan skenerio terburuknya untuk lolos ke babak selanjutnya.
Menurut hemat saya kesalahan Sin Tae-yong dan tim kepelatihan serta ofisial secara keseluruhan terletak di sana. Mengapa skenerio terburuk seperti yang kita hadapi pada piala AFF kali ini tidak kita pikirkan jauh-jauh hari.
Andai saja itu sempat terpikirkan maka kita tidak akan bermain hanya untuk menghasilkan skor kaca mata ketika berhadapan dengan Thailand dan Vietnam.
Sekarang cobalah kita membalikan posisi. Andai saja apa yang kita hadapi ini, dihadapi oleh Vietnam dan Thailand kira-kira apa reaksi kita.
Sekali lagi dalam beberapa artikel saya yang terdahulu ketika berkomentar tentang tim sepak bola senior maupun junior kita, saya mengatakan bahwa masalah kita bukan terletak pada faktor lain atau pun AFF tetapi masalah itu masih ada pada kita sendiri.
Yang perlu dilakukan PSSI sebagai organisasi yang mewadahi persepakbolaan tanah air adalah pembenahan liga-liga atau kompetisi-kompetisi lokal kita.
Kualitas liga-liga kita, apakah itu liga kelas tiga, kelas dua, maupun liga utama harus diperbaiki dan ditingkatkan agar hasil postif dan maksimal dari sepak bola tanah air dapat tercapai.
Demikian pula dengan manejerial sepak bola kita yang terkesan amburadul. Manejemen kita harus diperbaiki, cara perekrutan pemain pun dibuat seprofesional mungkin.
Dan yang terutama juga adalah bebaskan dunia sepak bola kita dari praktek-praktek KKN yang masih mencengram kuat di dalam berbagai lini kehidupan bangsa ini.
Wacana untuk keluar dari AFF dan menggabungkan diri dengan EAFF tidak menyelesaikan persoalan sepak bola nasional.
Kita harus membereskan karut-marut internal sebelum berbicara ke luar (eksternal).
Bergabung dengan  EAFF (East Asia Football Federation) atau organisasi sepak bola apa pun, termasuk sepak bola liga Eropa, bukan solusi bagi anjloknya prestasi sepak bola kita.
Anjloknya sepak bola kita berkaitan dengan manajerial dan pebinaan sepak bola yang tidak berkembang.
Ada 3 penyebab mengapa Sepak Bola Indonesia sulit berkembang yang dirangkum dari berbagai sumber.
Pertama, Indonesia kekurangan sekolah sepak bola di berbagai daerah. Akibatnya pembinaan terhadap bakat-bakat usia dini tidak berjalan.
Bila berkaca pada negara-negara yang memiliki dunia sepak bola yang maju, maka pembinaan usia dini dalam sekolah-sekolah bola mereka mempunyai peranan yang sangat signifikan.
Bakat-bakat muda yang ditemukan sekolah atau akademi sepak bola akan digembleng dengan sungguh-sungguh sehingga bakat dan kemampuannya bisa tereksplorasi secara maksimal.
Belum lagi, masih ada pandangan bahwa sepak bola tidak mampu menghidupi orang sehingga banyak orang tua tidak merelakan anak mereka disekolahkan di sekolah-sekolah sepak bola yang ada.
Ada anak berbakat yang masuk dalam sebuah tim hanya sekedar menjadi batu loncatan untuk mendapat pekerjaan.
Apabila PSSI mau serius memajukan sepak bola tanah air, maka bangunlah sekolah sepak bola yang banyak di daerah.
Kedua, kita minim pelatih lokal yang berkualitas.
Persoalannya bagaimana bisa mendapatkan pelatih lokal yang berkualitas apabila kompetisi lokal kita tidak berkualitas.
Bukan rahasia lagi bahwa di berbagai daerah masih ditemukan adanya pengaturan skor dalam event-event sepak bola.
Jelas, ini sangat mempengaruhi para pelatih sehingga kemampuan terbaik mereka dalam meracik tim tidak bisa dikeluarkan secara maksimal. Toh, skor sudah diatur.
Karena itu PSSI mesti berpikir untuk menaikan level kompetisi-kompetisi lokal kita sampai dengan nasional dengan aturan yang jelas.
Aturan-aturan yang merujuk pada aturan-aturan FIFA yang nantinya akan dijalankan secara konsekuen dan tidak tebang pilih.
Ketiga, kita tidak memiliki target sepak bola ke depan.
Para petinggi di organisasi sepak bola kita tidak memiliki target yang jelas ke depannya. Karena itu kita tidak pernah fokus pada tujuan yang hendak kita capai.
Kita terus saja berkelahi untuk hal-hal yang tidak sunstansial dalam sepak bola. Pemilihan ketua PSSI, selalu saja ada masalah.
Banyak interese sesat yang mempengaruhi sepak bola kita, salah satunya adalah interese politi. Banyak pejabat memanfaatkan sepak bola sebagai batu loncatan dalam berpolitik.
Jika para petinggi sepak bola negeri ini mempunyai target yang jelas, misalnya target masuk dalam piala dunia, maka pasti akan diikuti dengan langkah-langkah konkret aktual untuk bisa mencapai target tersebut.
Melihat faktor-faktor penghambat sulit berkembangnya sepak bola kita di atas, maka PSSI jangan tergopoh-gopoh memutuskan keluar dari AFF dan gabung EAFF.
Kita bisa saja gabung ke EAFF asal saja kita sudah merajai AFF. Apabila kita merasa bahwa level kita sudah di atas semua tim negara ASEAN maka kita boleh memilih tantangan baru.
Untuk saat ini, PSSI harus fokus dulu pada pembinaan usia dini, membenahi kompetisi lokal dan nasional agar lebih berkualitas.
PSSI mesti mulai memasang target yang jelas ke mana arah sepak bola kita. Buatlah target jangka menengah dan jangka panjang diikuti dengan langkah-langkah konkrit untuk mencapai target tersebut.
Jika semua itu mampu direalisasikan PSSI maka dunia sepak bola kita akan maju dengan pesat. Setelah itu level kita tinggi, kita tinggal memilih untuk bergabung ke federasi sepak bola yang mana kalau memang itu dimungkinkan dari sisi aturan FIFA.
Salam sepak bola!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H