Dalam diskusi itu juga ada kritik terhadap orientasi pendidikan yang semakin terarah kepada digitalisasi pendidikan. Satu hal yang memang tidak bisa kita hindari.
Pendidikan berbasis teknologi digital sangat erat kaitannya dengan kaum urban kelas menengah sehingga melupakan kesenjangan digital yang masih sangat besar.
Entah benar atau tidak tapi yang kita harapkan adalah RUU Sisdiknas ini hendaknya mengayomi semua kepentingan baik itu peserta didik, pendidik, dan penyelenggara pendidikan.
Kurikulum merdeka belajar juga bukan sekedar jargon, melainkan benar-benar memerdekakan siswa dan guru.
Dengan demikian yang diharapkan adalah kreativitas yang muncul seiring tuntutan zaman yang juga meminta kita untuk semakin kreatif.
Sampai dengan saat ini belum dipastikan kapan RUU Sisdiknas revisi ini diundangkan tetapi menurut beberapa pihak revisi UU Sisdiknas perlu ditunda karena banyak persoalan yang belum tersentuh.
Senada dengan Dr. Ratih, ada yang masih melihat kecenderungan RUU ini pada ideologi neoliberal yang mengabaikan keadilan sosial.
Diperlukan sebuah kajian yang menyeluruh dan komprehensif sehingga sistem pendidikan kita benar-benar berorientasi pada keadilan sosial dan kesejahteraan dan kebahagiaan warga masyarakat dan bangsa.
Dalam diskusi tersebut Ibu Ratih belum menemukan kajian naskah akademis yang  bisa dipakai sebagai acuan untuk memberi penjelasan tentang RUU Sisdiknas ini.
Padahal, kajian akademik yang komprehensif sangat diperlukan dan harus melibatkan publik luas.
Keterlibatan publik yang luas bisa dianggap sebagai wujud keterbukaan informasi yang diharapkan menciptakan sebuah wadah penyampaian aspirasi dan umpan balik yang konstruktif.