RUU Sisdiknas telah lama masuk dalam prolegnas. Dari tahun 2018, wacana ini sudah ada. Namun sampai dengan saat ini masih tetap RUU karena belum kunjung ditetapkan menjadi UU.
RUU ini masih terus disempurnakan dengan melihat antusiasme warga masyarakat dan berbagai kritik dan sumbang saran dari berbagai kalangan.
Kita tidak tahu bagaimana dan kapan tahap finalisasinya tetapi dari naskah RUU yang banyak beredar, oleh berbagai pihak dikritisi karena sangat neoliberalistik.
Dalam diskusi Hari Komdik (Komisi Pendidikan) Nasional hari pertama yang telah selesai, kritik bahwa RUU Sisdiknas sangat neoliberal datang dari dosen UI Dr. Lucia Ratih Kusumadewi.
Menurut dosen UI ini, menilik dari peta jalan pendidikan yang menjadi semangat RUU Sisdiknas ini maka dapat dilihat bahwa semangat ideologi  neoliberalistik sangat kental di sana.
Hal ini disebabkan oleh tujuan pendidikan yang sangat bersifat instrumentalistik, yaitu menciptakan SDM Unggul dan memiliki daya saing global.
Apabila tujuan pendidikan adalah menciptakan SDM unggul, maka seolah-olah sisi humanis dari manusia dihilangkan. Manusia hanya dilihat dari sisi kemanfaatannya yang tentu levelnya sama dengan barang.
Sementara pada tujuan yang kedua, pendidikan seolah-olah diserahkan kepada mekanisme pasar. Pendidikan itu akan berhasil jika memiliki manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan pasar global.
Catatan kritis ini mencermarti pula kentalnya kekuatan kapitalis yang mencengkram dunia pendidikan sampai tujuan luhur pendidikan itu sendiri dilupakan.
Pendidikan tidak lagi merupakan institusi otonom karena telah dipenetrasi oleh kepentingan pasar.
Walaupun diskursus dalam zoom ini merupakan perbincangan tentang bagaimana kesiapan sekolah-sekolah Katolik ketika RUU Sisdiknas diundangkan, namun apa yang digali oleh Dr. Ratih perlu kita cermati bersama.