Anak-anak di kampung saya bukannya tidak mempunyai rasa takut. Tetapi rasa takut mereka belum bereaksi karena belum ada yang memberitahu mereka.
Para orang tua pagi-pagi sudah berangkat ke kebun. Anak-anak sehabis pulang sekolah bebas bermain bersama teman-teman mereka. Mungkin karena sudah akrab dengan sungai sejak kecil, rasa takut terhadap air yang deras sudah hilang tak berbekas.
Yang ada di pikiran mereka adalah siapa yang menjadi terhebat dalam menaklukan sungai benenai.
Kontur sungai yang tidak berbatu menjadi keunggulan sendiri dari Benenai. Kekuatan anak-anak hanya diuji melalui arusnya yang terbilang cukup deras.
Anak-anak ini akan berenang dengan kemampuan maksimal mereka, tanpa rasa takut dan gentar sedikit pun.
Akan tetapi, kebiasaan berenang anak-anak ini berlangsung hanya sampai tahun 2000-an. Setelah itu aktivitas berenang berkelompok seperti yang biasa anak-anak ini lakukan sudah tidak ada lagi.
Sejak tahun 2000 ketika banjir bandang yang meluluh-lantahkan rumah-rumah penduduk di sepanjang daerah pinggir sungai, banyak sekali buaya-buaya muara yang berkeliaran dan sering membuat resah warga sampai menimbulkan korban jiwa.
Rupanya kekhawatiran dan kesadaran dari orang tua terhadap keselamatan anak mereka semakin tinggi. Karena itu anak-anak tidak dibiarkan mandi di sungai.
Saya jadi teringat sebuah kisah waktu masih kecil. Kebun kakek dan nenek letaknya di seberang sungai. Untuk bisa sampai ke sana perahu atau sampan kecil sangat membantu.
Selain berenang untuk bisa sampai di seberang sungai, sampan adalah salah satu alat transportasi yang penting untuk ke kebun di waktu musim hujan.
Sampan akan dikayuh oleh seorang dewasa. Biasanya sampan kecil ini akan memuat 3 sampai 5 orang sekali jalan.