Tingginya  harga tersebut disebabkan oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia.
Di samping itu, invasi Rusia ke Ukraina semakin menambah ketidakpastian kondisi minyak dan perekonomian dunia secara umum.
Kedua, faktor internal dalam negeri. Kelangkaan pasokan di dalam negeri disebabkan oleh menurunannya produktivitas perkebunan sawit milik BUMN.
Dari kedua faktor ini, pemerintah lalu memberikan solusi. Pemerintah akan segera mencairkan bantuan langsung tunai atau BLT minyak goreng senilai Rp 300.000 untuk tiga bulan, atau Rp 100.000 per bulan.
BLT minyak goreng tersebut akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga dan 2,5 juta pedagang gorengan, dengan total anggaran Rp 6,9 triliun
Namun pertanyaan besarnya, benarkah ini solusi yang diharapkan masyarakat?
Oleh sebagian pihak, solusi instan ini masih diragukan menjadi jalan penyelesaian masalah yang ada saat ini. Banyak yang masih belum percaya kepada pemerintah untuk bisa memegang amanat dalam hal pemberian bantuan sosial ini.
Ada yang berpendapat, rakyat saat ini tidak butuh BLT itu. Rakyat butuh harga minyak goreng turun. Sebab ada kecurigaan, BLT ini bisa menjadi gudang korupsi baru.
Selain itu, ada kecurigaan juga bahwa BLT ini hanya untuk meninabobokan rakyat miskin sehingga tidak banyak protes soal harga minyak ini.
Sekedar mengingatkan, BLT ini punya jangka waktu. Sedangkan harga minyak goreng akan terus bertahan.
Jadi sebaiknya jangan BLT dulu tapi harga minyak gorengnya yang diturunkan agar ekses-ekses yang mengarah kepada hal-hal negatif lain tidak sampai terjadi.Â