Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Kunjungan Kerja Presiden di Kesetnana dan Pesan Moral bagi Pengentasan Stunting di Nusa Tenggara Timur

25 Maret 2022   16:15 Diperbarui: 25 Maret 2022   19:37 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar Youtube Sekretariat Negara


Presiden Jokowi kembali melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Dalam lawatannya ke NTT kali ini, Presiden punya banyak agenda. Mulai dari meresmikan taman wisata baru dan kuliner di pantai Kelapa lima Kupang, kemudian ia melakukan kunjungan ke  Desa Kesetnana, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dalam upaya mensinergikan peran pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi stunting, dan yang terakhir adalah peresmian Unhan di Kabupaten Belu.

Dari agendanya yang padat ini, yang paling menarik adalah kunjungannya ke Desa Kesetnana dalam mengupayakan pelayanan terpadu mengatasi stunting di NTT.

Ada sebuah pesan moral yang dibawa orang nomor satu RI dalam kunjungan ini. Pesan itu ialah bahwa stunting bukanlah masalah tunggal. Masalah stunting selalu berkaitan dengan banyak hal dan faktor.

Sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum, stunting merupakan sebuah kondisi di mana balita memiliki tinggi badan di bawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan.

Dampak jangka panjangnya antara lain bisa memperlambat perkembangan otak berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.

Presiden menilai bahwa masalah stunting di NTT sangat berhubungan dengan rumah-rumah tidak layak huni yang dalam lawatannya kali ini ia lihat sendiri di lokasi.

"Hari ini saya melihat langsung di lapangan, kita tahu rata-rata yang mengalami kekerdilan itu memang tinggal di rumah yang tidak layak huni," kata Presiden yang sangat rajin kunker ke daerah-daerah seperti yang dikutip dari ANTARA di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kamis 24 Maret 2022.

Presiden benar dalam hal ini sebab keadaan hunian atau rumah memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada cara berpikir, pola asuh, dan pola makan. Rumah-rumah sederhana yang presiden lihat di Kesetnana bisa memberi gambaran betapa rumitnya masalah stunting. Masalah gizi merupakan pokok dari masalah ini, tapi selain itu masih ada rentetan masalah yang menyertai masalah gizi.

Akar dari stunting ada di beberapa hal tersebut.

Rumah-rumah tidak layak huni yang dilihat Jokowi-sapaan akrab Presiden RI ke-7 ini bisa saja menjadi cerminan cara orang berpikir tentang bagaimana hidup sehat dengan makan makanan yang bergizi.

Di samping faktor-faktor lain yang juga menyumbang banyak untuk masalah stunting di provinsi ini.

Masalah ini menurut presiden hanya bisa diselesaikan lewat intervensi terpadu.

Intervensi terpadu itu bukan hanya untuk rumah tidak layak huni tapi juga intervensi terhadap gizi anak agar bisa mencegah kekerdilan. Intervensi ini lanjut Jokowi, harus sudah dimulai dari masa persiapan pengantin. Pengantin harus sehat agar anak-anak juga nantinya sehat.

Apabila pemerintah pusat dan daerah bahu-membahu mengupayakan pengentasan stunting ini maka target minimal stunting 14 persen seperti yang dicanangkan pemerintah pada 2024 dapat tercapai.

Sebelumnya seperti dilansir oleh CNN Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkap kabupaten dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen. Dan ini tertinggi di Indonesia di antara 246 kabupaten/kota di 12 Provinsi prioritas penanganan balita stunting.

Sebagai perbandingan saja, Kabupaten Belu prevalensi stuntingnya 34 persen secara nasional, begitu pula kabupaten Malaka di atas 30 persen. Karena itu keduanya juga berada pada warna merah.

Angka stunting ini memang berkorelasi dengan apa yang disampaikan Presiden dalam kunjungan kerjanya kali ini di TTS, desa Kesetnana.

Berdasarkan data SSGI 2021, dari 22 Kabupaten/Kota yang di NTT, tidak satupun daerah yang berstatus biru apalagi hijau.

Ini artinya, persoalan stunting di NTT belum menemukan solusi yang tepat.

Memang, secara keseluruhan angka stunting Indonesia menurun, dari 29 persen pada 2015 menjadi 27.6 persen tahun lalu (tahun 2021). Adapun pada 2013, angka stunting nasional mencapai 37,2 persen.

Namun, angka tersebut masih di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen.

Meski demikian, persentase stunting Indonesia masih jauh lebih tinggi dibanding sejumlah negara Asia Tenggara seperti Vietnam (23), Filipina (20), Malaysia (17), dan Thailand (16).

Persentasi stunting Indonesia yang masih tinggi ini, sumbangan terbesarnya adalah NTT.

Selain kemiskinan, tingkat pendidikan juga berkaitan dengan permasalahan gizi.  Minimnya pengetahuan membuat pemberian asupan gizi tidak sesuai kebutuhan. Contohnya adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya inisiasi menyusui dini (IMD). Padahal IMD menjadi langkah penting dalam memberikan gizi terbaik.

Pemerintah harus benar-benar mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan problem yang berhubungan dengan stunting ini. Persoalannya, masalah yang ada sangat runyam dan saling bertalian erat.

Masalah stunting tidak berdiri sendiri. Banyak hal yang harus dibereskan lebih dahulu sebelum menyelesaikan masalah stunting itu sendiri.

Presiden membawa pesan moralnya bahwa untuk menuntaskan masalah stunting di NTT, rumah-rumah tidak layak huni harus dibuat jadi layak. Setelah rumah-rumah layak barulah digenjot makanan gizi untuk anak.

Penanganan stunting di provinsi ini harus dilakukan secara terintegrasi dan perlu ada sinergitas antara pemerintah daerah dan pusat. Jika tidak demikian, maka stunting tetap akan menjadi masalah. 

Salam Sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun