Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sagu, Cinta, dan Pangan

27 November 2023   11:58 Diperbarui: 28 November 2023   14:24 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sagu lempeng. (WIKIMEDIA/RIK SCHUILING via Kompas.com)

Sagu adalah identitas maupun pangan bagi Indonesia Timur. Berbagai macam olahan dapat dibuat. Misalnya papeda, sagu lempeng putih dan merah, Bagea atau sagu tumbuh; campuran sagu, gula merah dan kenari yang ditumbuk halus lalu dikukus, sinole, bubuhuk; campuran kelapa, gula merah, gula yang dipipihkan, hingga boko-boko; campuran kelapa gula merah yang diisi dalam bambu.

Berbagai olahan itu mungkin yang paling tenar ialah papeda. Sementara dalam proses ekonominya, sagu lempeng baik putih maupun merah masih terus diperdagangkan dan sangat mudah ditemukan.

Lainnya? Hanya ditemukan pada momentum-momentum tertentu. Seperti ramadhan hingga festival adat. Di kampung saya sering dibuat jika ada bahan terutama kue coe sagu loyang.

Terjadi pergeseran konsumsi yang masif dalam konsumsi bahan olahan dari sagu yang turut mempengaruhi kebudayaan. Faktor itu hemat saya ialah faktor ekonomis, seperti pola konsumsi.

Dulu seingat saya, sagu adalah makanan sehari-hari. Bahkan salah satu kota di Maluku Utara yakni Tidore hanya mengonsumsi beras pada hari Jum'at. ¹

Pergeseran dimulai penguatan konsumsi beras mulai digalakkan pada tahun 1990-an. Alhasil dari situ, beras yang sangat mudah diperoleh dan murah ketimbang sagu menjadi pangan pokok. Istilah "belum makan jika belum makan nasi" berlahan tenar hingga saat ini.

Bahkan dalam penyajian makanan olahan sagu yakni papeda, Nasi menu menjadi penutup setelah menyantap papeda. 

Kondisi berikutnya yang sangat mempengaruhi ialah ketersediaan pohon sagu di mana lahan-lahan sagu tumbuh telah beralih fungsi. Pembangunan perumahan, pembukaan lahan dan yang paling berpengaruh belakangan adalah ekspansi perusahaan-perusahaan di hutan-hutan Halmahera.

Hutan Halmahera dulunya tumbuh banyak pohon sagu di sepanjang aliran sungai. Namun ketika penggundulan mulai dilakukan, pohon sagu yang pertumbuhannya lambat tersebut hilang satu per satu.

Belakangan ekspansi itu semakin masif. Bahkan dua hari lalu, saya membaca sebuah berita di mana beberapa wilayah hutan Halmahera dilelang untuk investor. Mematik minat mengelola kandungan nikel didalamnya.²

Akibatnya, kelangkaan terjadi. Supply sagu menjadi turun dan menyebabkan harga melambung tinggi. Syukur-syukur jika dapat satu bal dalam sebulan dengan harga 500 ribuan. Tetapi jika tidak maka bisa sampai berbulan-bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun