Kedua bahan ini kemudian dicampurkan lalu diberi sedikit air. Dimasukkan ke dalam forno lalu dibakar selama 10-15 menit. Tergantung dari bara api.Â
Saya pun meminta sembari memakan sagu lempeng merah yang dibuatnya. Dalam keadaan masih panas, sagu lempeng merah sangat enak dikonsumsi. Jika sudah kering atau dilakukan penjemuran maka sagu lempeng cenderung sangat keras.Â
Ada dua jenis sagu lempeng. Yang keras dan yang lembek. Tergantung volume air yang dipakai. Dan dua-duanya dapat bertahan tiga bulan bahkan lebih. Itu sebabnya sagu lempeng menjadi paganan yang disimpan warga berbulan-bulan. Dikonsumsi saat sarapan pagi, minum teh atau menjadi pelengkap menu makanan.
Hari ini saya ingin makan sagu lempeng gula merah yang disangrai. Nenek mengiyakan dan menyuruh saya mencari gula merah.Â
Sagu gula merah sangrai atau sinole yang dibuat dalam sekejap itu sudah tersaji. Dan saya menyatapnya dengan ikan bakar sebelum saya pergi ke kebun menengok kebun pala yang sudah lama ditinggalkan.
Sorenya, saat pulang kebun, Nenek tidak menyuguhkan sagu lempeng. Ia justru menyuguhkan kue coe sagu loyang. Adonan sisa dari sagu ia campurkan dengan buah kenari lalu dikukus dan sedikit terigu sebagai lapisan atas.
Nenek menyajikan bersama segelas kopi sembari berujar " biar ingat pulang kalau pergi". Nenek seakan tau besok saya harus balik ke kota dan menuju Jakarta. Bagi saya, tidak pernah pudar cintanya pada anak cucu yang sesekali datang menengoknya di rumah dengan ia satu-satunya penghuni ini.
Pangan Lokal yang Tergerus Perkembangan