"Mari-mari..... Dua puluh ribu satu tampa; loyang. Â Satu tampa isi 10 ekor. Â Mari ikan segar-segar".
Sahut-sahutan suara para pedagang merayu pelanggan itu mengawali langkah kaki saya masuk ke dalam pasar ikan Higenis Gamalama.Â
Bau amis menyeruak tajam sebagai sambutan bagi pelanggan. Lantai yang basah dan becek, air-air yang terpancar dari guyuran pedagang ke ikan-ikan agar memikat hingga sempitnya pasar karena lapak-lapak yang berderet memanjang.Â
Berdesak-desakan di pasar ini juga bagian yang melengkapi aktivitas jual beli ikan. Meski begitu, saya menyukainya.
Menyusuri satu persatu lapak dengan berbagai jenis ikan; cakalang, tuna, tude, sorihi, Â hingga cumi, yang tertata rapi pada loyang-loyang. Atau disusun seadanya di meja lapak. Menonton aksi pria dengan tangan-tangan perkasanya mengayunkan parang memotong ikan besar seperti cakalang dan tuna menjadu bagian-bagian kecil, hingga ibu-ibu yang tak henti-hentinya menarik pelanggan.
 Para pria yang bertugas memotong-motong ikan
Kadang, saya berhenti melihat-lihat, lalu lanjut lagi ke lapak berikut. Meski dari rumah, saya tau ikan apa yang bakal dibeli, tetapi menikmati sebentar hiruk pikuk ini sebelum pulang adalah kewajiban. Setidaknya bagi saya yang hobi mancing. Juga sebagai referensi, musim ikan apa yang sedang gacor-gacornya memakan umpan.Â
Namun kadang berhenti di lapak sering bikin PHP pedagang.
"Nyong, cari ikan apa?"
"Lihat-lihat dulu bu."