Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Waktu

15 November 2023   03:04 Diperbarui: 15 November 2023   03:12 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gamalama Moderen (Sumber: diahinews.com)
Gamalama Moderen (Sumber: diahinews.com)

Nilai sejarah dan kenangan itu seharusnya dibiarkan saja. Guna memaknai bagaimana gedung itu menjadi saksi perjalanan waktu dari perubahan kota. Apalagi, belum ada sebuah karya berupa narasi yang dibukukan.

Tetapi pemerintah punya pandangan lain. Keuntungan adalah bagian yang tak terpisahkan dari rancangan tata kota. 

Gedung dirobohkan, dibangun gedung bertingkat yang sampai saat ini justru terdapat banyak masalah. Yakni dugaan korupsi. Sejak 2017 hingga kini pasar tersebut terus memberikan masalah bagi Pemda. Beberapa kali mangkrak. Terakhir seingat saya, di 2022, plafonnya jebol. Barulah 2023 ini, difungsikan dengan pengelolaan yang tenti mirip-mirip manajemen mall besar.

Sekarang Area Gamalama telah berkembang pesat di area seluas 38.31 Ha. Reklamasi pantai atau Tapak telah menumbuhkan sektor bisnis baru. Lahan reklamasi bernama Tapak ini telah hadir Mall, Ruko, Landmark, Taman Nukila, Pasar Higenis, dan beberapa toko ritel besar. 

Terciptalah polarisasi kepentingan dan gap antara pedagang dan pengusaha besar. Berulang kali konflik terjadi lantaran kurang diperhatikannya lokasi pedagang lokal yang berbatasan langsung dengan kawasan perdagangan moderen.

Banyak pedagang mengeluhkan spesialisasi tempat yang hanya buat pengusaha besar, sementara mereka, harus berhadapan terus menerus dengan masalah penggusuran,  pemindahan, sewa lapak, pungli hingga rebutan tempat jualan.

Di satu sisi, perubahan wajah kota adalah perubahan polarisasi kebudayaan. Hilang bisa jadi. Banyaknya suku dengan kebudayaan bisa jadi menjadi elaborasi kebudayaan baru. 

Tentu Ternate sebagai kota budaya harus mampu memberikan kebebasan namun juga tak melupakan inti-inti sejarah dalam perjalanan waktu kedepan. Sukur dofu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun