Terlepas dari itu, kasus pencemaran lingkungan sudah berulangkali menjadi permasalahan yang tak ada habisnya. Lebih-lebih bersentuhan langsung dengan ruang hidup masyarakat. Lambat laun warga kehilangan ruanh hidup (tanah teakopasi, kebun-kebun hilang, sungai-sungai dan laut sebagai lingkup mata pencaharian hilang berlahan-lahan).Â
Pada akhirnya, pergeseran masif terjadi. Berbondong-bondong banting setir menjadi pekerja di pertambangan. Sementara potensi-potensi lain tak mendapat perhatian.
Permasalahan pencemaran lingkungan memang sangat disayangkan. Secara tidak langsung keberhasilan program hulu sampai hilir menyisahkan masalah pada lingkungan. Inklusi dan keberlanjutan sebagai tanggung jawab perusahaan juga sekedar aturan. Faktanya tidak terlaksaa dengan baik.
Dengan kata lain, fokus utama operasi masif pertambangan dan berbagai industri yang memanfaatkan alam masih berkutat pada pengerukan sumber daya alam dan berorientasi keuntungan. Sementara tanggung jawab sosial terhadap lingkungan terabaikan.
Tentu kondisi ini perlu menjadi perhatian terutama dalam ranah kebijakan. Perlu adanya penegasan, pengawasan serta penindakan berkala dalam mengontrol setiap industri tersebut beroperasi. Hal ini berguna agar mekanisme jalannya industri dapat di kawal sebaik mungkin. Perusahan-perusahan yang abai perlu diberikan sangski tegas.
 Semua ini tentu membutuhkan komitmen semua pihak dan tidak terkesan tiba saat tiba akal. Sehingga tidak menepis fenomena hanya mengejar pertumbuhan dan mengabaikan keberlanjutan. Masa depan keberlanjutan lingkungan ada pada kesadaran setiap pihak, sehingga patut melakukan inovasi kebijakan yang pro pada masyarakat.(sukur dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H