Ratusan masa aksi menggeruduk Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemudian merengsek ke kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.Â
Tuntutan mereka satu, menuntut agar kedua lembaga tersebut memberikan ultimatum serta sikap penghentian operasi beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah. Lantaran operasi masif pertambangan tersebut telah mencemari lingkungan.
Jauh sebelum aksi demonstrasi dilakukan di Jakarta, perhatian publik (Akademisi, politisi, dan mahasiswa) sudah lebih dulu menggema. Terutama akibat dugaan pencemaraan lingkungan di Sungai Sagea.Â
Sungai Sagea merupakan sungai yang terikat erat dengan ruang hidup masyarakat setempat. Turun temurun warga memanfaatkan sungai  ini.Â
Salah satu potensi dari sungai ini ialah adanya gua terpanjang di Indonesia, yakni Gua Boki Maruru. Yang menjadi prioritas pengembangan Geopark Kabupaten Halmahera Tengah. Meski di tengah jalan atau baru-baru ini, ada keputusan yang mencabut status tersebut lewat SK Geosite Boki Maururu.
Dulunya, sungai ini memiliki air yang jernih dengan warna kehijauan bersih. Gua Boki Maruru sebagai sebuah destinasi wisata juga menjadi buruan wisatawan.Â
Lokasinya yang unik dihimpit tebing-tebing tinggi menjadi berkah tersendiri bagi warga dalam memanfaatkan potensi tersebut sebagai tambahan sumber pendapatan. Mereka menyewakan berbagai jasa seperti perahu, rakit, hingga kayak.Â
Namun keindahan itu kini hilang. Dugaan pencemaran dari adanya industri pertambangan telah menghilangkan potensi tersebut. Sungai menjai coklat.Â
Berbagai elemen terus mendesak agar menghentikan akivitas pertambangan sementara waktu. Menariknya ada respon yang kemudian lahir dari pemerintah daerah .Â
Dikeluarkan sebuah keputusan pemberhentian sementara oleh Pemda. Namun tak bertahan lama, pihak provinsi justru membatalkan aturan tersebut. Semacam ada talik ulur perlindungan kepentingan.
Pro kontra terus terjadi atas kekisruan tersebut. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara mencoba melakukan pengujian terhadap air yang sudah keruh tersebut.  Kesimpulannya Sungai Sage yang sudah keruh itu masih  dapat digunakan untuk prasarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, pengairan pertanian, dan tujuan lain yang memerlukan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (1).Â
Meski laporan ini kemudian di bantah oleh KATAM bahwa pengujian tersebut keliru karena tidak memiliki data awal dalam melakukan perbandingan. (2)
Kondisi ini terus menimbulkan konflik. Pergerakan massa dan ruang-ruang dialog berkembang dengan pesat. Tentu tujuannya adalah melindungi kawasan potensial yang bersentuhan langsung.
Ruang Hidup yang Hilang
Banyak izin usaha dikeluarkan pemerintah. Dan rata-rata sudah beroperasi. Bahkan dari hasil masifnya industri tersebut menempatkan Maluku Utara sebagai daerah dengan PDB tertinggi di dunia. Meski lebih-lebih pada kesejateraan, efek pertumbuhan tersebut belum sepenuhnya di rasakan. Kutukan seumber daya sedang terjadi.
Terlepas dari itu, kasus pencemaran lingkungan sudah berulangkali menjadi permasalahan yang tak ada habisnya. Lebih-lebih bersentuhan langsung dengan ruang hidup masyarakat. Lambat laun warga kehilangan ruanh hidup (tanah teakopasi, kebun-kebun hilang, sungai-sungai dan laut sebagai lingkup mata pencaharian hilang berlahan-lahan).Â
Pada akhirnya, pergeseran masif terjadi. Berbondong-bondong banting setir menjadi pekerja di pertambangan. Sementara potensi-potensi lain tak mendapat perhatian.
Permasalahan pencemaran lingkungan memang sangat disayangkan. Secara tidak langsung keberhasilan program hulu sampai hilir menyisahkan masalah pada lingkungan. Inklusi dan keberlanjutan sebagai tanggung jawab perusahaan juga sekedar aturan. Faktanya tidak terlaksaa dengan baik.
Dengan kata lain, fokus utama operasi masif pertambangan dan berbagai industri yang memanfaatkan alam masih berkutat pada pengerukan sumber daya alam dan berorientasi keuntungan. Sementara tanggung jawab sosial terhadap lingkungan terabaikan.
Tentu kondisi ini perlu menjadi perhatian terutama dalam ranah kebijakan. Perlu adanya penegasan, pengawasan serta penindakan berkala dalam mengontrol setiap industri tersebut beroperasi. Hal ini berguna agar mekanisme jalannya industri dapat di kawal sebaik mungkin. Perusahan-perusahan yang abai perlu diberikan sangski tegas.
 Semua ini tentu membutuhkan komitmen semua pihak dan tidak terkesan tiba saat tiba akal. Sehingga tidak menepis fenomena hanya mengejar pertumbuhan dan mengabaikan keberlanjutan. Masa depan keberlanjutan lingkungan ada pada kesadaran setiap pihak, sehingga patut melakukan inovasi kebijakan yang pro pada masyarakat.(sukur dofu)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI