Sejauh proses demokrasi selama ini, pemilihan umum selalu bermuara pada perselisihan. Baik Pilpres 2009 hingga 2019 yang pernah terjadi di  hingga pilkada. Ajang kontestasi politik yang berakhir di meja MK menempatkan Mahkamah Konstitusi memiliki peran dengan tantangan yang sangat besar.Â
Persoalan perselisihan di MK kerap menjadi sorotan publik terutama perihal ketidaktranparan pemeriksaan dan pembuktian perkara. Kondisi ini memberikan dampak yang sangat luar biasa pada pihak-pihak yang terkait. Terutama masa pendukung yang bertikai. Ambil contoh misalnya di Maluku Utara. Selama empat periode, tidak ada pemenang mutlak dalam sekali putaran. Semuanya berkahir di meja Mahkamah Konstitusi.Â
Pada perjalanannya, ketidakterbukanya informasi atas perjalanan sidang hasil sengketa menyebabkan konflik diantara kubu. Konflik fisik ini terjadi lantaran klaim kemenangan masing-masing pihak. Klaim kemenangan ini terjadi akibat simpang siur informasi yang tidak sampai ke ranah bawah. Alhasil kerugian baik fisik maupun material terus terjadi.Â
Maka harapan pada penyelesaian sengeketa hasil pemilu harus dilakukan dengan transparan. Utamanya memaksimalkan pertumbuhan teknologi agar maksmilisasi publikasi dapat terwujud dan dapat dijangkau semua pihak.Â
 Memang patut diakui bahwa gebrakan Mahkamah Konstitusi dalam memanfaatkan teknologi mulai terwujud. Berdasarkan Laporan Akhir Survei Kinerja Mahmakah Konstitusi 2021, Pelayanan Publik melalui digitalisasi telah dioptimalkan dengan skor rata-rata "sangat baik".  Namun bagi terdapat beberapa celah dalam laporan tersebut terutama perihal pelayanan yang rata-rata masih berada di kategori " Baik".Â
Optimalisasi perlu ditingkatkan hingga ke tingkat hulu sehingga pemahaman politik dapat tumbuh di kalangan masyarakat. Kondisi ini akan mendorong kepuasan publik sebagai orientasi pelayanan publik Mahkamah Konstitusi.
Pemahaman dan kesadaran konstitusi yang terbentuk dari transparansi proses di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat mndorong tingkat kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga hukum negara yang memang belakangan ini diterpa badai yang tak henti-henti.Â
 Penguatan Internalisasi Tubuh MK
Peran MK dalam penegakan hukum pemilu dan pilkada masih menjadi tantangan besar. Salah satunya ialah sorotan terhadap netralitas Hakim Konstitusi dalam menangani perkara. Penurunan kinerja terutama secara etik yang menimpah beberapa hakim, serta putusan-putusan yang ditenggarai memiliki tendensi politik serta kelompok harus diluruskan.Â
Independensi Hakim Konstitusi  berkaitan dengan kejujuran dan sikap ketidakberpihakan. Sehingga penyalagunaan asas independensi hakim merupakan celah yang tidak bisa diabaikan. Tentunya menjadi tugas berat dalam menjaga independensi hakim perlu dikuatkan melalui regulasi yang ketat serta evaluasi secara berkala.Â
 Kemudian penguatan internalisasi di tubuh Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Penguatan pengawasan secara internal dan tata kelola yang baik harus di kedepankan. Terutama mengedepankan pada prinsip keadilan prosedural bagi semua pihak. Internal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia harus bersinergi dan berintegritas pada keadilan dan cita-cita rakyat guna mendorong transparansi dan akuntabilitas pengadilan.Â