Dua hari lalu seorang warga meninggal dan dipandang tak wajar. Utamanya di mata keluarga.
Desas-desus menyebar dan tertanam kuat di benak warga desa. Tunduhan dan tudingan seperti berita gosip yang tak berkesudahan. Juga atas dasar itu, warga ketakutan.
Jam sepuluh malam, pintu-pintu telah tertutup rapat. Anak-anak kecil haram hukumnya keluar malam. Atau sekedar melewati tempat kejadian, bermain sendiri hingga melewati rumah yang diduga sebagai pelaku.
Semua diwanti-wanti. Diingatkan agar lebih mawas diri. Tapi tidak terang-terangan. Hanya di rumah atau di obrolan satu dua orang.
Semua itu karena Suanggi; setan, ilmu hitam, dukun dan sejenisnya. KBBI menegaskan suangi didefinisikan sebagai hantu Jahat atau seseorang yang dianggap punya ilmu hitam, punya kawan mahluk halus.
Di Timur, dari kecil sampai sekarang, suanggi masih tertanam kuat dalam kehidupan sosial masyarakat. Saking kuatnya, di desa-desa, obrolan tentang suanggi, adalah pelengkap utama. Seperti garam pada masakan. Terasa hambar jika tak tertaburi.
Suanggi sudah melegenda bahkan tak lekang oleh waktu. Antara percaya dan tak percaya kepercayaan ini tak sedikitpun terkikis sekalipun di kota yang sudah terkepung modernitas.
Suanggi mengiringi perjalanan masyarakat di Timur Indonesia.
Lalu apa Suanggi itu? Hingga begitu ditakuti?
Saya sampai sekarang tak pernah melihat langsung wujudnya. Atau orang-orang yang berwujud setan jahat tersebut. Namun cerita-cerita kadang bikin merinding.