Pendidikan politik masih sangat rendah di desa. Keterbukaan informasi menjadi hambatan yang paling utama. Sementara kontribusi terdekat semisal peran mahasiswa juga tak kuat. Mahasiswa belum membawa peran politik secara pasti ke desa. Lantaran sikap acuh bahwa politik itu mencedrai dimensi sosial.
Kedua, konflik antar warga. Luka lama adalah senjata utama melakukan kampanye. Setiap kandidat tentu memiliki permasalahan yang tak mungkin dilupakan oleh warga. Permasalahan iu biasanya abadi  walau tingkat penyelesaian telah selesaiÂ
Ketiga, Kebanyakan pola pilkades diikuti oleh generasi tua. Generasi ini tentu memiliki karakter berbeda dengan generasi muda. Terutama pada watak politik. Kendati belakangan anak muda banyak mengikuti konstestasi tersebut, tetapi tendensi dan peluang masih belum memihak.
Bagi saya, penyelesaian konflik desa membutuhkan sebuah lembaga independen. Lembaga ini harus lepas dari internal desa maupun pemerintah daerah. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua orang. (Sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H