Sebagai pemula, tentu kesulitan dalam diri terus menggrogoti. Di satu sisi ingin cepat menulis, di satu sisi tidak tau apa yang hendak ditulis.
Barulah sebuah rumus ia berikan " tulislah yang kamu rasakan dan alami. Lingkunhan mu, penglihatanmu. Abaikan dulu metode. Kamu bakal belajar itu jika sudah terbiasa.,"
Barulah itu memberikan keajabian. Satu buah artikel pendek berhasil tertulis. Tak sampai 1000 kata namun mampu membikin hati senang.
Kemudian, berlanjut pada pengenalan Kompasiana. Di mana dia pulah yang memberikan tutorial pendaftaran hingga menerbitkan.
Hari-hari berlalu, di 2017 itu, dunia menukis dan kompasiana seperti kebutuhan primer. Apapun ditulis. Puisi, cerpen, story hingga opini. Â Di masa itupulah, saya merasakan proses pencarian jati diri. Di mana posisi dalam semua genre ini.
Dalan proses pencarian itu, menulis tetap dilakukan walau sehari atau tiga hari satu artikel. Â Menariknya, lewat kebiasaan satu ini, kawan-kawan lain di Jakarta kemudian ikut menulis di Kompasiana.
Proses kami lalui dengan panjang. Dan berbuah beberapa output. Diantaranya berdiri sebuah media online di tahun 2018 bernama reportmalut.com dan gerakan literasi pesisir yakni pembangunan rumah baca.
Satu di Kabupaten Kepulauan Sula, berdiri tahun 2019, dan yang terbaru di Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2021 kemarin.
Media dan rumah baca hingga kini masih terus eksis dengan manajemen seadanya. Di mana salah satu rumah baca diurus oleh adik saya langsung, seorang kompasianer bernama Faisal Yamin.
Proses pencarian jati diri berakhir dengan genre Reportase. Itu seakan-akan menjadi kuat dalam diri. Dari situlah semua di mulai. Terhitung tahun 2020 beberapa artikel reportase dihasilkan.Â
Kenyamanan di repotase menguat seiring jalan. Kadang beberapa opini juga lahir namun selalu dalam konsep reportase.