Beroperasinya tambang di desanya, diharapkan dapat membawa kesejateraan. Namun itu pemikiran Harun dulu. Sekarang pemikiran itu berubah ketika produksi ekstraksi nikel  menimbulkan dampak pada lingkungan dan sosial.
Kata Harun, mereka dihadapkan pada kondisi dampak dari aktifitas yang dapat menggangu kesehatan dan pendapatan. Ketika hujan, kampung mereka bakal banjir dengan membawa serta material seperti tanah dan batu bahkan hingga kayu.
Desa mereka sering kebanjiran sejak beroperasinya pertambangan Nikel. Pun dengan sungai hingga air laut yang kecoklatan dengan endapan lumpur yang mengusir ikan-ikan. Nelayan ikut kehilangan mata pencaharian.
Penjelasannya ini mengingatkan saya akan sebuah kondisi di lapang ketika ikan-ikan di salah satu teluk Halmahera Utara, lokasi salah satu perusahaan tambang telah menghilangkan ekosistem. Ikan hilang bahkan tak bisa di konsumsi menurut beberapa jurnal penelitian.
Sementara jika tak hujan, debu menjadi masalah utama. Debu itu bertaburan kemana-mana bahkan sampai masuk ke rumah warga. Itu terjadi saat ini di Halmahera Tengah.
Permasalahan ekologi menjadi satu sumber emisi rumah kaca dan tentu saja mempengaruhi iklim global. Hilangnya hutan-hutan sebagai paru-paru dunia adalah salah satu sebab yang memberikan andil pada perubahan iklim.Â
Nikel sebagai bagian dari bahan utama kendaraan listrik atau baterai adalah sumber daya paling utama di Indonesia. 20 juta ton dihasilkan setiap tahun dari hasil alam ini lewat pertambangan di Indonesia.
Dan, masalah paling mendasar ialah belum banyak tersedia smelter ataupun sistem pengolahan tailing sebagai proses pengolahan limbah. Dan, saya menyaksikan itu. Beberapa tambang besar di Maluku Utara, limbah-limbah ini kemudian menjadi perkara ekologi yang menjadi sorotan semua pihak.
Kritik dan dorongan agar dibangun fasilitas pengolah tailing limbah nikel keras disuarakan. Walau belakangan atensi itu mulai digerakan beberapa tambang di Maluku Utara akan tetapi belum maksimal berjalan.
Dengan dinamika kebijakan penggunaan kendaraan listrik, kondisi ini seharusnya diperhatikan. Sebab, dikutip dari CNBC, produksi satu baterai kendaraan listrik bisa menghasilkan 1,8 ton Tailing atau limbah.Â
Bayangkan saja, sudah berapa limbah yang diproduksi dari deretan mobil yang dipamerkan di G20.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!