Mampirlah saya di Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. Menginap di sini tiga malam. Ajakan seorang kawan lama yang pernah bertugas sebagai guru di Pesisir Morotai, Desa Bere-Bere tak mampu di tolak.
Pak Guru Bowo. Begitu saya mengenalnya. Ia mendesak dengan paksa keika bertemu untuk pertama kalinya setelah dua tahun pindah ke Magelang.
Saya mengiyakan. Jadilah dari Mertoyudan kami menuju rumahnya menggunakan sepeda motor. Mengikuti jalan kecil lantaran hanya punya satu helem. Â Tiga puluh menit seingat saya perjalanan di tempuh.Â
Satu anak laki-laki dan satu anak perempuan menyambut kedatangan kami. Keduanya anak Pak Bowo. Anak laki-laki sudah kelas empat SD sementara anak perempuan belum bersekolah. Baru berumur empat tahun.
Keduanya, diperintahkan Pak Bowo untuk memberi salam. Saya menyalami keduanya. keduanya lalu melihat si anak perempuan langsung loncat ke pelukan Pak Bowo. Anak ayah ini lantas jalan-jalan sebentar menggunakan sepeda motor keliling kampung.
Saya masuk. Menaruh barang lalu keluar lagi ke teras depan. Sembari menunggu Pak Bowo pulang, sepasang suami istri yang tak lain ayah dan ibu Pak Bowo keluar dan bekenalan. Sembari, menyajikan teh, kopi dan makanan ringan.
Sungguh adab memuliahkan tamu yang bikin takjub. Selama perjalanan di tanah Jawa, jamuan seperti ini selalu saya temukan ketika mampir atau menginap di rumah kenalan.Â
Di Kota Magelang, Kebumen, Surbaya, Jember hingga Banyuwangi. Â Adab memuliakan tamu tak berspasi. Saya sering mengeluh lantaran kebanyakan disuguhkan makananan.
Sembari menikmati makanan itu, saya ditemani anak laki-laki Pak Bowo. Ia duduk disamping sambil bermain handpone. Pertanyaan yang saya ajukan tak pernah dijawabnya. Dan saya cukup memaklumi itu. Mungkin belum terbiasa.
Pak Bowo pulang beberapa saat kemudian. Anak gadisnya masih dipelukan. Hingga Magrib menjelang barulah pelukan itu berganti ke seorang wanita seumuran kira-kira empat puluh tahun.