"Ke Surabaya Mas," jawabnya.
Kami berkenalan. Begitupun dengan dua wanita dalam satu barisan ini. Tujuan mereka ke Tegal dan Surabaya.
Waktu berjalan. Kereta melaju keluar Ibu Kota Indonesia. Gerbong yang saya tempati nampak full. Berbagai macam penumpang tergambar jelas.
Satu kakek, dalam pandanganku. Empat orang di samping kiri. Pada kursi yang lebih besar. Satu bapak sering-sering menggendong anaknya yang rewel. Beberapa lagi mondar mandir.Â
Aku menangkap itu semua dalam pandangan baru. Seperti ini gambaran kelas ekonomi. Mungkin beda dengan kelas bisnis atau ekslusif yang punya gambaran kelas berbeda.
Lama saya memperhatikan. Dua orang disampingku melirik-lirik bagian dapur yang dapat dilihat dari tempat duduk. Aroma makanan memang membikin lapar.
"Kita dikasih makanan ngak ya," tanya ia pada temannya.
"Kasih kayaknya. Itu, sudah disiapkan," ujarnya sembari melirik lekat ke dua petugas yang sedang menyiapkan makanan ditroli.
"Wih keren. Biasanya ngak dapat makan," candannya.
Saya pun ikut dalam obrolan mereka. Kakek yang sedari tadi dalam pandanganku membuat saya meniatkan diri mengajak ngobrol. Jadilah beberapa saat duduk di depannya setelag menunggu ia selesai sholat.
"Kereta sekarang sudah bagus. Dulu ampun. Sebelum perubahan, kereta ekonomi itu macam pasar," ujarnya setelah saya bertanya mengenai pangalamannya.