Kasus yang paling mendapat sorotan ialah bagiamana pengelolaan anggaran desa. Yap sejak anggaran desa hadir, konflik baru justru tercipta. Dana desa merupakan suatu yang paling menyita perhatian. Â Selain dari hasrat dan minat semua kalangan berbondong-bondong menjadi kepala desa, proses penggunaannya justru menciptakan kelas korupsi baru. Korupsi level bawah.
Penggunaan anggaran yang tidak terbuka dan cenderung ditutupi bakal menjadi senjata menyerang perangkat desa hingga proses pencalonan berikutnya. Satu rupiahpun akan diingat oleh masyarakat terutama pada sosok-sosok yang terlibat langsung dalam pemerintahan sebelumnya.
Konflik yang muncul di Pilkades seperti sebuah pergumulan sosial yang tidak ada habisnya. Ibarat sebuah ajang pelampiasan luka-luka lama yang terpendam.Â
Pada  sisi lain, sebelum dan sedang dalan proses pemilihan, tak jarang saling bakuhantam terjadi. Beberapa kasus justru sering terjadi dengan kekerasan berdarah. Selain main tangan juga main alat.
Netralitas dan keberpihakan panitia sering menjadi sorotan dalam proses pemilihan. Kadang konflik pecah karena keberpihakan berdasarkan marga serta kecurangan lainnya. Â Baik tidaknya panitia akan mencerminkan seberapa cepat pemilihan berakhir.Â
Banyak kasus sudah bermunculan. Mulai dari tidak diperolehnya pemenang, pemilihan yang berlarut hingga gagal mendapatkan kepala desa baru. Yang terakhir ini kemudian menjadi ranah pemerintah untuk meutuskan.
*
Pilkades sebentar lagi akan di mulai. Namun konflik di masyarakat, antar kandidat dan partisipan sudah lebih dulu mencuat. Isu demi isu tak etis dan jauh dari nilai pendidikan politik sudah lebih dulu memanas.Â
Pendidikan politik dan kedewasaan politik rupanya masih belum berjalan dengan baik di tingkat desa. Pemahaman tentang proses demokrasi begitu rendah. Sementara pihak-pihak yang harusnya netral seperti mahasiswa, panitia atau camat terkadang tidak memposisikan diri di tengah.
Mahasiswa tak ubahnya pion jika kembali ke desa. Segala ilmu tak akan berlaku sebab dominasi orang tua begitu tinggi. Di lain pihak, konflik yang terjadi di dasarkan pada asas kekeluargaan. Di mana pertikaian sepele menjadi semakin besar karena tidak ada keihlasan masing-masing dan proses penyelesaian yang tidak mengikat.Â
Ruang sosial yang kecil dengan interkasi keluar yang rendah menyebabkan tranformasi pengetahuan dan cara berpikir masyarakat desa menjadi kaku.Â