Teleponnya memberikan saya gambaran bahwa proses demokrasi desa serentak di desa khususnya di Maluku Utara saat ini sedang berlangsung.Â
Saat pulang setahun lalu, wacana pemilihan kepala desa sudah jadi makanan utama. Saya jadi ingat, satu kandidat yang juga lolos cakades pernah membujuk saya agar memihak juga padanya. Pesannya tegas " mengarahkan mahasiswa dan pemuda" agar memilih dirinya.Â
Ketika di desa saya menemukan bahwa fenomena calon kepala desa adalah konsumsi utama masyarakat. Tahapan belum mulai namun desa-desus sudah berjalan kencang.Â
Mulai dari penyelewengan anggaran, tidak pintar mengatur desa, tidak sekolah dan kasus ahlak seperti selingkuh tak luput dari singgungan.
"Si A itu dulu pernah menyelewengkan anggaran Gapoktan. Jadi kalau pilih dia, maka kedepan dia akan korupsi. Si B itu ahlahnya tidak bagus mending si C,"Â
Begitu seterusnya memutar-mutar. Desas desus semacam ini kemudian memantik percikan-percikan konflik. Antara warga hingga keluarga dan keluarga. Saya mulai melihat itu.
Desa yang notabenenya kecil dan tidak memiliki jumlah penduduk yang banyak justru merupakan ruang paling sering terjadinya konflik. Masalah sepele bisa dibawa hingga ke masalah besar. Bahkan, persinggungan yang notabenenya tidak berhubungan sama sekali dengan pilkades pun akan di jadikan landasan saling menjatuhkan.
Kehidupan di desa itu sangat sensitif. Dan konflik adalah kondisi paling depan dalam kehidupan sosial. Sebaik-baiknya seorang calon kepala desa, akan selalu asa celah buat membikin babak belur.
Walaupun notabenenya di desa, masyarakatnya masih punya pertalian darah dan kebesaran marga akan tetapi secara internal tidak ada kata akur.Â
Keluarga dan keluarga saling serang. Marga dengan marga saling serang. Bahkan dalam satu  kasus pernah terjadi, kakak tidak meridhoi seluruh keluarga adiknya untuk mengambil air minum di sumurnya. Semua hanya gara-gara tak mendukung kakaknya dalam pemilihan kades.
Di lain kasus, warga tidak boleh melewati jalan yang dibuat pada pemerintahan dirinya pada periode pertama karena kalah pada periode kedua.