Gambaran ini hanya sekian dari fenomena betapa momok persantetan, orang-orang sakti yang menyalahgunakan ilmunya pada hal-hal hitam; kejahatan. Â Rata-rata sudah ku temui cerita serupa. Kemana pun kaki melangkah. Bahkan pengakuan-pengakuan korban santet itu sendiri.
Melakatnya praktik "orang sakti" penganiyaya memang begitu melakat. Di timur apalagi. Sudah menjadi konsumsi utama barang satu ini bahkan dalam hegemoni kota metropolitan.
Di desa, orang-orang punya landasan identifikasi yang lahir atas cerita. Baik kesaksian atau dari korban. Tuduhan bisu kemudian lahir dari proses identifikasi tereebut. Sehingga semua orang akan tau siapa saja "orang kuat" yang punya ilmu hitam tersebut.
Identifikasi tersebut dapat menjadi landasan untuk hati-hati bergaul dengan mereka. Walau tidak nampak terkucilkan dalam praktek kehidupan sosial namun dalam pemikiran orang-orang ini terkucilkan.
Belakangan fenomena lain saya temukan, yakni anak muda yang ikut-ikutan mempelajari ilmu hitam tersebut. Yap, ini cukup kuat. Bahkan ada label pemain baru dan pemain legend.Â
Pemain legend adalah biasanya melekat pada orang tua-tua. Pemain baru adalah anak muda yang katanya lebih jahat dari pemain legend. Ini didasarkan pada  sandaran bahwa anak muda masih labil dalam mengontrol diri dan emosi. Sehingga patut dihindari atau hati-hati. Jangam sekali-kali membikin mereka sakit hati.
Kepercayaan masyarakat desa dalam praktik kelilmuan mereka dilakukan dengan berbagai sarana. Satu yang paling tenar adalah "racun". Di mana ini menjadi momok paling utama. Orang tua selalu mewanti-wanti anaknya agar jangan makan sembarangan, utamnya dalam hajatan. Atau jangan bergaul dengan mereka bahkan anak keturunannya. Sebuah sangksi sosial yang ngeri.
Sarana racun ialah rokok, makanan dan minuman. Menurut banyak cerita, racun yang entah apa bahannya bermacam-macam itu biasanya di simpan di kuku. Seperti cerita dongeng tentunya, namun ini kuat melekat.
Kekuatan lainnya ialah menjadi "setan atau suanggi" yang berkeliaran di malam hari menggangu orang apalagi pada anak bayi, Â menjadi hewan "babi" yang menganiyaya orang di dalam hutan--ini juga kuat, dan sering disaksikan dengan mata kepala sendiri-- dikirimi paku dalam diri, dan lain-lain.
Lantas bagaimana perlindungan masyarakat atas orang-orang seperti ini? Tentu saja ada. Masyarakat juga punya ilmu bela diri. Bukan berkelahi, tapi doa-doa yang pelindung.
Saya memaknainya dengan ilmu putih dan ilmu hitam. Bukan pesulap merah dan Gus Samsudin tentunya. Â Ilmu putih banyak juga di pelajari, diturunkan dan ajarkan kepada anak-anak, bahkan pada orang tua.