Tetapi kepercayaan masyarakat, urusan penutup rumah harus dipegang oleh tukang yang punya ilmu sakti. Ada kepercyaan mistis yang lagi-lagi melekat. Pun dengan mendirikan rumah dari nol, mandor kepala harus orang kuat, punya ilmu pertukangan sekaligus ilmu diri dari serangan ilmu santet.
"Wah berarti bisa di panggil Om Bas dong," ejekku. Om bas sediri adalah panggilan tenar untuk mandor kepala proyek suatu pembangunan.
" Om Bas apaan, di serang (santet) orang langsung muntah darah," belanya. Aku cekikan. Rupanya sebutan Om Bas baginya bukan perkara gampang. Ia menimpal, anak muda polos seperti dirinya, sekali serang langsung kebablasan, mati atau sakit-sakitan.
"Ah itu halusinasi kamu aja," ledekku memancing gairahnya agar mau mengungkapkan lebih dalam. Ia termakan umpan " ah tidak halusinasi, saya sudah buktikan sendiri,"
"Bukti apa, jangan asal nuduh," tekanki.
Iapun menceritakan beberapa kejadian. Pertama bentuk santet pada makanan ketika ada suatu hajatan desa. Nasi kuning sebagai menu dalam pengajian berisi benda mencurigakan. Ia tak tau kepada siapa sasaran santet tersebut. Namun warga yang hadir di situ menyadari lalu mengganti nasi kuning tersebut.
" Semua warga menyaksikan fenomena itu. Bukan hanya saya,". Tegasnya
Ia pun mengetahui siapa dalang insiden tersebut. Tidak tau apakah ia melihat sendiri atau mendengar dari mulut orang-orang. Memang begini kehidupan desa, mulut ke mulut adalah informasi akurat.
Selain kejadian itu, iapun menyambung beberapa kejadian lain yang cukup mencenangkan. Tak akan saya bahas perihal ini.Â
"Ah jangan asal nuduh, emang bisa dibuktikan dengan ilmiah," tegasku.
"Memang tak bisa. Tetapi semua orang tau beliau lah aktornya. Dan sudah banyak kejadiaj melatarbelakanngi," jawabnya. Aku hanya menerka-nerka setiap ceritanya.Â