Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Naiknya BBM dan Sederet Masalah

5 September 2022   17:43 Diperbarui: 5 September 2022   17:49 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi di depan Monas, menolak kenaikan BBM (dokpri)

"Berapa ya harga speedboat ke Sofifi sekarang," tanya seorang pegawai via WhatsAap. 

Saya kirimkan list daftar harga terbaru perjalanan laut dari, dan Ternate kepadanya. 

Ia kaget, melihat kenaikan harga yang baru saja di keluarkan sehari setelah harga BBM resmi dinaikan pemerintah. Tak tanggung-tanggung, penyesuaian harga tiket naik sebesar 32 persen. "Harusnya gaji naik juga dong," keluhnya.

List harga tiket kapal laut ini memenuhi beranda Media Sosial. Umpatan dan candaan mengiringi postingan-postingan. Tentu keluhan-keluhan ini wajar, lantaran Maluku Utara merupakan daerah kepulauan. Transportasi umum untuk ke pulau seberang menggunakan jasa transportasi laut.

Laut dan transportasinya merupakan penghubung utama arus barang dan jasa hingga ke pelosok. Tak ada alternatif lain yang lebih efisien dari kapal laut dan sejenisnya. 

Kenaikan BBM tentu berdampak pada penyesuaian-penyesuaian harga oleh pelaku usaha di bidang ini. Mau tak mau harus dinaikan demi keberlangsungan bisnis.

Di sisi lain, momok kelangkaan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan di daerah timur. Kelangkaan minyak (BBM) adalah fenomena nyata yang selalu dihadapi masyarakat. Kondisi yang menyebabkan kepanikan dan terdorongnya naiknya harga-harga bahan pokok. Sudah mahal, tambah mahal. 

Di timur, harga yang ditetapkan pemerintah hanya berlaku di SPBU. Di luar itu, harga BBM selalu dispekulasi akibat permainan agen dan penimbunan.

Agen-agen memiliki hubungan langsung dengan pelaku usaha utamanya dengan pelaku usaha jasa transportasi laut. Kebanyakan mereka, membeli langsung kepada agen-agen karena hubungan patron klien yang kuat.

Di sisi lain, wilayah geografis kepulauan menyebabkan tidak semua warga bisa mengakses BBM ke SPBU. Lantaran letak SPBU hanya sebiji dua biji di kota saja. 

Warga, utamanya di desa akan mengakses BBM dari para pemilik warung yang nyambi sebagai agen minyak. Tentu dengan harga yang lebih tinggi mengingat ada biaya yang harus dikeluarkan pedagang membawa minyak dari kota.

Di beberapa tempat, saya menemukan akses BBM oleh warga diperoleh dari pedagang minyak yang menjajakan dari pulau ke pulau menggunakan perahu motor. Kendalanya hanya pada musim ombak, warga kadang sama sekali tidak punya pegangan BBM.

Sementara di sisi lain, maraknya pedagang BBM eceran yang menghiasi sepanjang jalan. Bahkan berjualan di pinggir SPBU. Di Maluku Utara atau di Kota Ternate misalnnya, Jumlah SPBU hanya 5, tetapi jumlah pedagang eceran minyak bisa sampai ratusan. Tidak pernah saya menemukan ini di pulau Jawa.

Mereka dengan sangat bebas mengakses BBM ke SPBU dan pemandangan jejeran jerigen sudah menjadi hal biasa SPBU di timur. Bahkan lebih-lebih, mobil modifikasi yang bisa menampung ribuan liter minyak. Mereka dilayani dan tak peduli larangan pembelian minyak dengan cara-cara seperti itu.

Naiknya harga minyak tentu menimbulkan distorsi-distorsi pada level ekonomi dan sosial. Pada ujungnya mengakibatkan terjadi penurunan level daya beli karena naiknya harga barang yang bermuara pada kemiskinan.

Lebih dari itu, tekanan kenaikan harga akan di perparah dengan spekulasi dan penimbunan oleh oknum-oknum. Tanpa sadar praktek-praktek demikian bisa menambah tekanan pada ekonomi.

Tentu ini adalah catatan penting yang harus diseriusi dan diperbaiki. Terlepas dari keputusan naiknya harga BBM. Tetapi, penekanan agar semua dapat menjangkau dengan harga sama lebih sangat penting.

Penyaluran BBM harus mampu dikawal secara ketat bukan hanya lewat kebijakan. Tetapi juga ada proses penindakan di lapangan. Selain itu menjamin keterjangkauan dan ketersedian adalah urutan berikut yanh perlu di pertimbangkan, utamanya di daerah timur.

Lantas kenapa harga BBM harus naik?

Barusan saya menyaksikan aksi demontrasi mahasiswa di di Monas dan patung kuda. Tempat demonstrasi yang selama ini sering digelar. Gelombang ini adalah permulaan. 

Besok, Selasa 6 September, gelombang demonstrasi akan lebih besar lagi. Undangan via WhatsAap cukup banyak masuk ke handpone. Beberapa ketua pergerakan, BEM, LSM yang saya kenal mulai membangun opini dan press rilis isu pergerakan esok hari.

Poinnya rata-rata sama, menekan pemerintah agar membatalkan keputusan menaikan BBM di tengah fenomena harga BBM dunia yang turun dan negara lain yang justru menurunkan hatha minyak.

Prank, adalah narasi utama. Mahasiswa sedikit kecolongan. Lantaran diam-diam keputusan menaikan harga BBM dan pencabutan Subsidi dilakikan pemerintah. Isu ini tertutupi oleh kasus Fredy Sambo yang hampir-hampir menutupi semua isu penting lainnya.

Bagi saya, wajar. Tugasnya mahasiswa memang harus seperti itu. Selain dari kontribusi dan pergerakan lain yang menjadi jalan. Mereka harus bergerak lantaran BBM merupakan akselerasi kesejateraan yang berhubungan dengan daya tahan ekonomi masyarakat.  Apalagi naiknya harga BBM kali ini merupakan yang paling tinggi dari periode-periode sebelumnya.

Bagi saya sendiri, naiknya harga BBM bersubsidi dan dialihkannya "subsidi" pada BLT adalah skema negara lepas dari beban anggaran. 

Sri Mulyani sudah membeberkan itu. Betapa banyak beban anggaran jika terus di subsidi. Besarnya tak tanggung-tanggung. Namun dibalik itu, saya sendiri tidak cukup kaget. Memang distorsi di rakyat akan sangat terasa karena berkolerasi dengan harga bahan pokok dan unsur ekonomi lainnya. 

Sekelumit masalah BBM bersubsidi tak pernah lepas dari masalah keuangan hingga distribusi. Sitemnya tak benar-benar rapi. Selalu menimbulkan masalah.

Bisnisindonesia.id
Bisnisindonesia.id

Tetapi, menaikan BBM dengan skema peralihan subsidi ke BLT adalah skema pasar bebas atau ekonomi pasar. Subsidi merupakan momok bagi negara secara efisien dalam pandangan ekonomi pasar. Momok bagi negara berkembang. Apalagi AS lewat USTR di WTO bahkan menggangap Indonesia sudah negara maju.

Subsidi adalah penghambat negara berkembang utamanya pada perdagangan bebas saat ini. Sehingga harus ditekan atau bahkan dihilangkan agar tercapai keadilan yang merata dalam perdagangan internasional.

Banyak sekali referensi yang membahas perihal ini. Pro dan kontra tentu saja terjadi. Pro pasar bebas akan mengiyakan langkah pemerintah menghapus subsidi agar tidak terjadi distorsi di kemudian hari.

Ini bisa dipelajari dari kasus negara Venezuela di mana subsidi menjadi malapetaka ekonomi bagi negara. Rakyatnya dimanjakan dengan subsidi mulai minyak, perumahan, pendidikan, listrik, kesehatan hingga makanan. Tujuannya tentu saja mengendalikan kegitan ekonomi.

Tetapi, pemberian subsidi segala bidang menyebabkan membengkaknya pengeluaran pemerintah dan menyebabkan defisit. Pada intinya subsidi adalah momok bagi ekonomi sehingga harus dihilangkan berlahan.

Sementara yang kontra, subsidi adalah kewajiban negara mensejaterahkan rakyat dan tidak membiarkan negara kehilangan kontrol pada pasar atau sistem ekonomi bebas. Negara harus mengotrol ekonominya dengan menggenjot pemberdayaan SDA secara efisien. 

Subsidi adalah nyawa bagi rakyat dan pelaku usaha dalam negeri agar meringankan faktor-faktor produksi dan menjaga kestabilan harga. Diutamakan pada kelas ekonomi menengah kebawa yang cenderung paling banyak di Indonesia.

Mengurangi sampai mencabut subsidi adalah tindakan tidak pro rakyat. 

Pro dan kontra tentu saja akan terus terjadi pada jalannya sistem ekonomi negara. Negara saat ini dituntut bebas sebebas-bebasnya dan meminimalisir hambatan-hambatan. Walau patut diakui bahwa tidak semua negara menerapkan prinsip ekonomi bebas. Karena selalu ada proteksi.

Naiknya harga BBM dan peralihan subsidi ke BLT saat ini dapat dikaji dari sisi ke mana ekonomi negara akan berpihak. Namun dalam konteks saat ini, menaikan harga BBM ditengah pembaharuan ekonomi karena covid menjadi perkara lain.  Keadannya bisa saja memperlambat pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya. 

Banyak pihak memanggangap tindakan ini tidak bijak. Skema ini akan merusak tatanan ekonomi. Apa yang dilakukannpemerintah dicerminkan sebagai tindakan tidak pro rakyat. Rakyat akan semakin susah dalam konteka ekonomi. 

Beberapa pihak bahkan menilai tindakan ini seharusnya tidak dulu diambil. Subsidi BBM juga bisa di alokasikan dari surplus APBn.

Bagi saya, satu hal yanf penting ialah bagaimana lemerintah kuat melakukan kontrol pada keputusan ini. Utamanya pada  peralihan subsidi ke BLT yang  belakanhan menimbulkan banyak masalah serta tidak tepat sasaran. Sebab jika tidak demikian, saya yakin BLT hanya akan berjalan lancar selama tiga bulan selebihnya "masalah". (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun