Pagi itu, di Pelabuhan Bastiong Kota Ternate (18/07), 77 penumpang berdesak-desakan masuk ke kapal KM. Cahaya Arafah.
Kapal dipenuhi manusia, tawa ceria anak-anak tak ketinggalan. Sebagai penumpang mereka tentu girang ingin cepat-cepat kembali ke desa dan menceritakan pengalaman ke teman sebaya. Orang tua sibuk menenangkan anak bayi mereka karena merengek akibat kepanasan. Para pengantar juga ikut nimbrung di kapal, bercerita sebelum berpisah.Â
Abk sibuk melayani penumpang, mencatat nama hingga menyiapkan semua perihal pelayaran. Buru tak tinggal diam, cekatan mengangkat barang-barang milik penumpang ke atas kapal.
Pukul 08.30 Wit, raungan mesin mulai mengamuk Tali bandar dilepaskan. Para pengantar melambaikan tangga di pinggir pelabuhan dan di balas dengan hangat oleh penumpang di atas  kapal.
Baling-baling dengan semangat berputar. Kapal tua ini siap membelah lautan menuju Halmahera Selatan.
Di kapal, koki sibuk memasak untuk makan penumpang. Satu dua penumpang memotret pemandangan, berselfi bahkan menelpon. Di anjungan, muda mudi biasa bertahan. Terpaan angin selalu kalah oleh pemandangan yang memikat. Ada bagian-bagian tentang cinta yang selalu terangkai hangat di anjungan.
Obrolan-obrolan tak luput dari perhatian. Sembari yang lainnya memilih rebahan. Bayi dan anak-anak hangat dalam dekapan orang tua.
*
Anjungan kapal mulai goyah. Kiri kanan dihantam gelombang samudera. Kapal tua yang melegenda ini  diterpa badai tiada dua. Hujan lebat disertai angin berkecepatan tinggi menciptakan gelombang laut hingga 3 meter tingginya.
Suara ceria dan tawa seketika menjadi tangis. Penumpang-penumpang mulai panik. Tangisan dan doa menggema memenuhi dek kapal. Baju-baju pelamapung direkatkan ke badan.Â