Aku meninggalkan pertanyaan tersebut. Tak ingin menampik lebih banyak kemarahan. Suara-suara sumbang mereka terdapat kebenaran yang terkandung di dalamnya. Amarah sesekali akan memuncak jika sudah penuh dan sesak di dada.Â
Alasannya sederhana yang kuperoleh berikutnya ialah, lokasi ini dekat dengan rumah sehingga tidak merepotkan, berjualan pagi dan sore hari. Tidak seperti di pasar lantaran harus tetap stay dengan pembeli yang tidak pasti. Peluang ikan mereka laku lebih banyak lantaran lalu lalang masyarakata di jalan utama ini.
Beberapa pedagang eceran yang kutemui baik di pasar Tembal, Babang hingga di lokasi PPI yang memiliki lapak, tak mengungkapkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat tempat, namun rata-rata kompak menjawab ada retribusi yang dikeluarkan antara 2000-3000 rupiah. Ini bagiku harga yang pantas karena retribusi merupakan sumber pendapatan bagi daerah.
Empat puluh menit saya mewawancarai gadis cantik ini, dan harus pamit. Lembaran terakhir kuesioner telah habis.Â
Saya malu-malu pamit. Namun, ada satu keinginan untuk mengajukan pertanyaan yang sudah tertanam dalam diri sedari tadi. paras cantiknya menganggu fokus saya sedari tadi.Â
Hasrat untuk mengenal lebih jauh mulai tertanam. Saya tak menampik tentang pandangan pertama yang mengesankan.Â
Segenap keberanian saya kumpulkan, mencari waktu yang tepat agar suara ku tak terdengar pedagang lain. Pelan namun pasti saya  melempar pertanyaan.
" Maaf, sudah punya pacar belum, mungkin bisa kenal lebih jauh," tanyaku memberanikan diri.
" Aduh maaf banyak ya, saya sudah menikah. Punya satu anak,' jawabnya
Deg.. Pupus sudah harapanku. Aku pergi dengan rasa malu tak terhingga. (sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H