Pertanyaan ini mengemuka seiring dengan kejadian-kejadian yang sudah memakan korban. Banyak pihak menilai tindakan pencegahan dini lambat diterapkan. Sehingga kapal, speedboat maupun lainnya tetap melakukan pelayaran walau di depan mereka terpampang jelas kengerian.
Saya mencoba mengurai benang kusut ini satu persatu lantaran sudah sejak lama juga disuarakan namun belum nampak perbaikan signifikan.
Kondisi Kapal dan Mudahnya Izin Berlayar
Kapal yang tenggelam merupakan kapal tua berbahan dasar kayu. Sebagai kapal tua yang melayani rute kepulauan terpencil yang tidak bisa di masuki kapal Pelni atau speedboat sudah barang tentu memiliki kondisi yang tidak ideal.Â
Mesin sering bermasalah, kecepatan tak sampai 20 knot dan penumpang yang sering membludak. Kapal ini tal hanya satu, melainkan terdapat beberapa buah yang berada di Pelabuhan Dufa-Dufa kota Ternate Dengan tujuan Jailolo dan Pelabuhan Bastiong dengan rute paling banyak ke pulau-pulau dan daerah terjauh seperti Kayoa, Gane Timur dan Gane Barat Halmahera Selatan.
Banyak informasi saya peroleh dari penumpang-penumpang yang menggunakan jasa transportasi ini mengungkapkan bahwa menaiki kapal ini mau tak mau harus dilakukan lantaran tak ada alternatif lain.
Mati mesin hingga hanyut sering terjadi dan selalu menjadi headline berita daerah. Kapal-kapal yang hanyut ini kemudian di cari dan ditarik ke pelabuhan oleh tim Basarnas.
Beberapa kejadian juga sering terjadi seperti kebakaran yang menghantak di tengah-tengah perjalanan.
Kondisi kapal menurut hemat saya sudah perlu di Updrade ke kapal berbahan baja.Â
Kondisi kapal yang demikian ditambah pula manajemen kontrol pelabuhan yang tidak begitu ketat. Sudah sering saya tuliskan mengenai ini betapa over kapasitas dibiarkan begitu saja .Â
Padahal penguatan kontrol dan cepat me-warning agar tidak melakukan perlayaran adalah bagian terpenting dari keselamatan dini. Apalagi dalam situasi yang mencekam; cuaca buruk.