Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seni Melarat ala Orang Timur

6 Juli 2022   22:30 Diperbarui: 7 Juli 2022   19:07 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuatan dan dorongan akan memperkuat seseorang mengambil langkah untuk bergegas ke pulau Jawa. Dan cepat-cepat mendaftar tanpa memperhitungkan di terima atau tidak. Ada duit tidak ada duit urusan belakang, terpenting berangkat dulu. Gaya dulu, sisanya diurus belakangan.

Kurangnya informasi beasiswa dan harapan tidak lulus karena aneka persyaratan menjadikan beasiswa bukan sesuatu yang populer di timur. Setahun belakangan mungkin iya, tapi beberapa tahun sebelumnya, hampir tidak ada yang melamar. 

Ini banyak ku temukan hampir di semua mahasiswa timur khususnya dari Maluku Utara. Dan saya termaksud mahasiswa kebanyakan itu. Nekat karena dorongan seorang dosen kala saya menjadi enumerator dalam penelitian yang dilakukannya. 

Dorongannya membawa saya menuju Jakarta kemudian ke Bogor di awal Maret. Padahal perkuliahan baru di mulai bulan Agustus. Sebuah kegoblokan yang hakiki. Sisa bulan dihabiskan dengan menginap di Sekret mahasiswa satu ke satu. 

 Di sinilah saya menikmati pengalaman merantau dengan melarat menjadi seni kehidupan. Memotret kehidupan mahasiswa timur yang nekat merantau demi mengenyam pendidikan. 

"Bagi mahasiswa lain, akhir bulan adalah kondisi melarat. Tapi bagi kami, setiap hari melarat," 

Landasan ekonomi orang tua yang mayoritas ekonomi sedang dan kebawa menandakan kiriman uang berfluktuasi. Kadang dikirim kadang tidak sama sekali. Kondisi ini terjadi hampir di semua mahasiswa yang berkuliah d Jakarta dan Bogor. Mereka harus memutar otak sekencang-kencangnya. 

Kondisi yang paling ruwet ialah pusing di akhir semester. Ketika invoice SPP keluar. Satu persatu mahasiswa mulai menghubungi kolega-koleganya untuk mengamankan kondisi. Jika tidak, cuti menanti di depan mata. 

Cuti berakibat pada dua kondisi yaitu pertama, tertinggal semester dan kedua, tidak lagi melanjutkan pendidikan. Banyak senior-senior saya yang akhirnya pulang karena terkendala eksekusi SPP.

Maka, untuk mengatasi itu, sedikit demi sedikit dikumpulkan hingga mencapai total yang harus dibayarkan. Jika belum mencapai target maka solusi terakhir ialah utang yang entah kapan akan di kembalikan.

Menariknya, persoalan saling membantu seperti menjadi budaya. Seterjepit apapun si pemberi, akan selalu diberikan jika menyangkut dengan pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun