Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dua Wajah dalam Satu Jalan

20 Agustus 2021   00:13 Diperbarui: 20 Agustus 2021   00:14 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Swering tampak atas (dok.Fajrin K)

Mau main bang? jleb. Jantungku mau copot, berdetak kencang. Tanganku gemetar, hampir saja kopi yang hendak ku sruput tumpah. 

Waduh main apa ya? begitu polosnya jawabanku hingga membuat perempuan ini cemberut. Jadilah ia duduk di sampingku, mengeluarkan sebatang rokok lalu dihisapnya dalam-dalam dan dihebuskan kewajahku. 

Sok polos apa benar-benar polos? tanyanya dengan genit. Kecelapatan tanganya tak terbendung, merangkulku, halus menyentuh kulit. Pipinya ia sandarkan ke bahu hingga wangi parfum tercium, menggoda.  Dekapannya membuatku tak berkutit. 

Ku alihkan wajahku, menatapnya dalam-dalam. Polesan halus make up menyempurnakan wajahnya, sedikit memerah di pipi. Matanya begitu bersih, rambutnya dikuncir begitu sempurna, dibalut dress merah dan celana jeans panjang.  Apakah aku harus mengarungi bahtera samudara cinta satu malam?.

Belum lagi kujawab, Ia sudah membisikan tarif dari jasanya, "hanya dua ratus lima ribu puluh kok. Ayolah bang, lagi sepi ni".

Sialan, batinku. Aku hanya ingin menimati kopi sembari mendengarkan desiran ombak di pantai ini. Apalagi malam ini rembulan sangat indah. Pantulan cahayanya begitu artistik dengan udara yang merambah pelan.

Andai saja ia pacarku, mungkin ini adalah situasi teromantis. Dekapan erat dan sandarannya akan ku sempurnakan lewat  kiasan kata-kata yang kubisikan manja ke telinganya. Ku usap-usap kepalanya, gengam tanganya sembari membahas tentang rembulan yang begitu setia menjalani malam.

Sayangnya, ini malam tentang hasrat, birahi dan ekonomi. 

"Aduh maafkan aku mbak. Bukannya sok polos, akan tetapi malam ini, tak ada kenimatan lain yang ingin kunikmati,". Ku yakinkan dirinya agar mecari pria lain. Walau tawarannya barusan hampir mencopot iman.

"Ah abang ngak asik,". Jawabnya ketus sembari melepaskan pelukannya dan berjalan pergi tanpa menoleh. Aku hanya cekikan sembari melihatnya menjauh.

Selamatlah diri ini, gumamku. Ku sruput lagi kopi yang sedari tadi kubiarkan mendingin. Dua tiga tegukan terasa begitu nikmat sembari menata kembali asupan niat. Walau sesekali terbayang wajah genit tadi begitu menggoda. 

Belum lagi lamunanku tuntas, seorang perempuan menyapa. Ia tak semanis dan seanggun perempuan pertama tadi. Ia sudah sedikit berumur. Jika kutebak berumur empat puluhan. 

Tak ada riasan mencolok di wajah, begitu tipis. Rambutnya bergelombang terurai. Gayanya sederhana. Dan, tak genit. 

"Bagi rokok bang,". Mintanya. Kuberikan sebatang rokok. Lalu kunyalakan. 

Boleh duduk di sini? pintanya. "boleh silahkan, bukan milik saya juga" Jawabku mempersilahkan. 

"Sendirian bang," tanyanya mengkarabkan diri. 

"Iya sendiri" jawabku singkat.

Ku lihat ia menarik rokok sangat dalam. Menghembuskan kepulan asap dengan kencang. Semacam ada gunda yang terpenjara dan ingin diutarakan.

"Ada apa mbak," Tanyaku membuka obrolan.

"Ngak. Sepi aja malam ini. Biasanya jam segini sudah bisa dua atau tiga pasien. Langgananpun tak kelihatan," ungkapnya sambil melihat jam yang dikenakannya. Pukul 12.00 Wit malam ini.

"Langganan," Sahutku.

"Iya. Biasa om-om. Sering datang jemput terus ke penginapan ," Jelasnya.

Pantas saja malam ini begitu sepi. Lampu-lampu taman tak menunjukan ada orang-orang seperti biasa. Hanya ada sedikit kerumunan laki-laki dewasa dan perempuan-perempuan di deretan kegelapan yang tak dijangkau lampu taman.

Di Lokasi ini sering dikenal dengan swering. Tepat berada di bibir pantai. Sebuah lokasi yang berdekatan dengan pelabuhan Besar kata masyarakat sini. Lebih tepatnya Pelabuhan A. Yani sebelah selatan dan kantor Walikota sebelah Utara.

Swering bagai pelaku dari sejarah perjalanan Kota Ternate. Dari era VOC hingga sekarang. Lokasi ini masih tetap sama. Hanya lebih di perindah oleh pemerintah Daerah.

Jalan ini, salah satu pusat bisnis dan kreasi. Di depanya berjejeran berbagai toko dari buah tangan hingga konstruksi. Di belakang pertokoan tersebut di kenal dengan kampung Arab. Mayoritas berpenduduk Arab.

Asal-usul kehadiran mereka belum mampu terpecahkan dalam catatan sejarah. Sejak kapan mendiami lokasi yang sekarang di kenal Kelurahan Falajawa 1 tersebut.

Sebuah keunikan dalam arti. Falajawa dalam bahasa Ternate berarti Fala (rumah), Jawa. Atau rumah Jawa atau perkampungan Jawa.

Swering adalah salah satu dari sekian lokasi rekreasi di Kota Ternate. Menimati sejuknya udara dan air asin. Atau lokasi joging dan batobo (berenang).

Pagi dan sore begitu di padati warga yang hendak batobo, swafoto, pacaran hingga aktivitas lainnya.  Deretan karang-karang transpalantasi beberapa tahun silam sudah berkembang membuat warga menjadikan lokasi ini sebagai lokasi faforit snorkling, diving dan batobo. 

Namun pada malam hari, lokasi ini jarang dikunjungi. Karena satu label kurang mengenakan tersemat. Yakni manhkalnya para PSK. 

Aku tak buru-buru menjustise. Walau di tempat ini, sudah begitu tenar. Kelas mereka berbeda dengan yang ada di hotel-hotel, Pub atau kelas pelajar. 

Dalam klasifikasi kelas, mereka paling bawah dalam struktur kelas ekonomi dengan standar dua ratusan. Hingga banyak celotehan di masyarakat seperti "mau yang murah? ke swering aja,". 

Rata-rata umur mereka di atas 40 tahunan. Inipula yang dijadikan justifikasi harga sesuai umur. Kelas rakyat. Sekalinya kau kelihatan di sini oleh kawan-kawan maka apeslah dengan kesimpulan yang mereka buat.

Tetapi tidak semua pengujung di malam hari adalah pemain. Sebab kategori mereka cukup dikenali. Walau harus was-was jika datang dengan beberapa  teman perempuan, sebab tak jarang ada lelaki tua bangka yang sering berburu.

Sesekali, razia dilakukan. Warga kampung hingga pemerintah kota. Tetapi tak jua hilang begitu saja. Selang dua tiga hari datang lagi aktivitas tersebut.

Jalan ini punya dua wajah. Tersembunyi dibalik kegelapan dan sapuan ombak yang menghantam dinding talud. Siangya kehidupan berjalan normal. Malamnya kehidupan diliputi hasrat seksualitas.

"Bang kok merenung," ujar perempuan ini mengagetkan ku.

"Eh. maaf-maaf. Terus gimana mbak. Ngak minum kopi?," tawarku.

"Ngak selera bang," ujarnya sembari mendekatkan bibirnya ke telingaku. Lalu berbisik.

Main yuk bang, Gratis......................Eeeeeeeeeeeh....

(Sukur dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun