"Saya belum Kuliah Bang karena Adik Saya masih kuliah. Saya berkebun buat biaya dia kuliah dulu sampai selesai. Barulah nanti dipikirkan apakah saya kuliah atau tidak,"Â
Melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi merupakan sebuah keharusan saat ini. Banyak dari remaja yang baru menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas kemudian berbondong-bondong mendaftar ke berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Di perguruan tinggi, kemudian kita, maupun mereka banyak menempa diri. Menuju proses pendewasaan. Membangun pemikiran, sikap dan komitmen. Dimensi ini adalah ranah aktualisasi diri selain dari tujuan utama meraih ijasah.Â
Ibarat kata, menuju perguruan tinggi terselip harapan bagi para orang tua terutama perihal masa depan. Apalagi saat ini standar mencari pekerjaan membutuhkan ijasah sarjana.
Sehingga, setiap orang baik individu maupun keluarga menginginkan yang terbaik dengan menempatkan pilihan-pilihan pada universitas terbaik. Bahkan tak tanggung-tanggung banyak kasus seperti penyuapan hingga istilah "orang dalam" juga berlaku pada proses ini.
Semua dilakukan agar anak-anak bisa berada di perguruan tinggi terbaik dan fakultas unggulan. Yang diyakini bagian dari kesuksesan masa depan.Â
Namun, diantara geliat itu, masih banyak yang harus memperhitungkan segala kemungkinan untuk berkuliah. Masih banyak orang tua yang harus menghitung untung rugi menyekolahkan semua anaknya. Dan, masih banyak yang harus mengalah antara satu dengan yang lain.Â
Faktor utamanya tentu saja ekonomi. Dan faktor kesempatan. Faktor ekonomi membuat banyak anak-anak yang berkeinginan ke jenjang perguruan tinggi tertahan.Â
Biaya yang tinggi itu kadang tak mampu ditanggung apabila semua anak berkuliah. Sehingga, tak jarang, perguruan tinggi hanya angan-angan yang kadang tak pernah dicapai sama sekali.
*