Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Informasi Rapid Test Antigen dan PCR

22 Desember 2020   16:19 Diperbarui: 22 Desember 2020   20:32 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bu saya mau tes PCR, kira-kira berapa lama," ujar salah satu wanita sambil memegang handpone dan kopor di lokasi layanan kesehatan Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.

"Kalau PCR 1x24 jam, jadi besok baru bisa keluar hasilnya," Ujar salah satu petugas.

"Loh, katanya ini hanya beberapa jam. Di sini dibilang hasil bisa keluar cepat, ini bagaimana sih," Ujarnya sambil menunjukan handponenya ke petugas.

"Salah bu itu, kalau PCR hasilnya 1x24 jam. Sementara tes Rapid Antibody dan Antigen hanya 15 menit," Jelas petugas.

"Lah ini gimana sih informasinya, katanya bisa" masih kesalnya.

"Ibu berangkatnya kapan?" Tanya petugas kemudian.

"Saya berangkat sore ini.?"

"Kalau begitu ibu rapid test antigen saja bu," Saran petugas.

Namun karena kesal, ia memilih tidak melanjutkan obrolan tersebut dan keluar dari area layanan kesehatan kemudian sibuk menelpon.

Sementara saya, masih sibuk mengisi data lewat sebuah link yang sebelumnya sudah pernah saya isi. Harusnya, data-data ini sudah terisi dan terekap. sehingga ketika hendak melakukan tes lagi, tak perlu repot-repot mengisi data diri.

Surat rapid test antibodi yang saya tunjukan ternyata sudah tidak berlaku dan tidak lagi digunakan. Selain itu, sesampai dilapangan barulah saya ketahui, bahwa surat tes antigen hanya berlaku tiga hari.

"Kalau antigen berlaku tiga hari pak," Ujar petugas.

"Lalu bagaimana jika sudah habis? apakah dilakukan tes lagi?" Tanyaku

"Iya pak," jawaban singkat sembari memberikan nomor antrian. 

Sembari mengisi data diri, beberapa calon penumpang yang hendak melakukan rapid tes antigen maupun PCR juga nampak binggung. Informasi yang mereka dapatkan -kemungkinan besar dari media-tidak membuat mereka puas. 

Lantaran, ada kesimpangsiuran antara harga, waktu proses hingga masa berlaku. Informasi ini baru didapatkan ketika sudah berada di lokasi bandara. Mereka yang terburu-buru akhirnya memilih antigen dengan masa berlaku hanya tiga hari.

*

Nomor antrian 89 yang saya pegang yang diberikan oleh petugas tadi kemudian diumumkan. Saya menuju lokasi di mana terdapat dua petugas. Saya akui, semenjak daftar tadi hingga mengambil nomor antrian tidak membutuhkan banyak waktu. Mungkin karena siang ini tak banyak yang melakukan test. Sehingga suasana masih begitu longgar.

Proses pembayaran rapid test antigen dilakukan dengan biaya sebesar Rp. 200 ribu. Namun satu hal yang menjadi perhatian ialah kok saya di data lagi? bukankah tadi sudah mengisi data pribadi?.

Setelah didata singkat dan ditanyakan tujuan tes apa yang hendak saya lakukan, sayapun kemudian membayar. Oh iya, saya tidak tau apakah pembayaran menerima cash atau tidak sebab, sebelum menyodorkan biaya rapid test antigen, petugas sudah berucap lebih dulu," Debet ya pak".

Pembayaran rapid test atau PCR dilakukan secara debet. Ini informasi penting sebab pengalaman saya sebagai orang timur, akan menjadi masalah ketika datang membawa uang cash.

Tentu pembayaran semacam ini akan bermasalah jika tidak diketahui sebab tidak semua orang punya metode pembayaran ini. 

Tes antigen saya lakukan terhitung tak lebih 20 menit dari seluruh rangkaian. Mungkin karena tak banyak orang. Jika banyak orang bisa saja bermasalah terutama perihal pengisian data yang sering membuat lambat.

Hasil tes saya menunjukan negatif sehingga dapat saya gunakan untuk terbang sore ini. Saya memberikan apresiasi besar kepada petugas kesehatan yang bekerja penuh dedikasi dengan layanan yang cukup baik.

Yang perlu digaris bawahi ialah bagaimana protokol social distancing di area bandara. sebab, setelah tes saya menemukan tidak ada kondisi sosial distancing sama sekali. Lantas apa gunanya melakukan tes?

Kondisi ini sebenarnya sudah saya dapatkan beberapa kali dalam dua minggu ini. Di bandara, utamanya di pojok-pojok kantin masyarakat yang menikmati kopi dll sangat jarang menerapkan protokol kesehatan.

Ketetapan pemerintah berdasarkan Surat Edaran No 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi COVID-19, setiap penumpang yang bepergian agar bepergian bukti rapid test antigen dan PCR patut di apresiasi. 

Walau banyak kalangan menilai ini langkah ini adalah langkah "panik" setelah proses Pilkada kemarin. Atau setelah berbagai kepentingan tersalurkan.

Di Pilkada, justru kerumunan tak terelakan yang juga diakui pemerintah sebagai kelalaian. Proses Pilkada telag melahirkan kluster-kluster baru walau pada prosesnya ada aturan yang jelas yang justru terang-terangan tidak dipatuhi.

Namun langkah pemerintah ini harus juga dibarengi dengan informasi yang jelas. Pengetahuan informasi yang asimetris justru sangat berbahaya. Sebab, masyarakat akan panik. Alhasil akan terjadi penumpukan dan kerumunan di lokasi layanan kesehatan.

Asimetris informasi ini perlu diperbaharui sehingga masyarakat dapat menerima maksud pemerintah yang tersebar secara merata. Sebab, apa yang saya temukan bahkan rasakan saat menjalani test adalah bagian dari kendala informasi. Padahal, sebelumnya sudah saya otak atik mencari informasi lewat media daring.

Tentu hal ini perlu kerjasama semua pihak. Ketetapan panik pemerintah juga harus dibarengi dengan sistem informasi dan manajemen di lapangan yang akurat. Agar tidak menggangu perjalanan dan bisnis yang mulai tumbuh. 

*

Aturan masuk dan keluar Jakarta dengan menggunakan rapid test antigen dan PCR adalah upaya pemerintah memutus rantai penyebaran yang semakin hari semakin naik dan tidak terkontrol. 

Aturan ini bagi saya harus dilaksanakan secara ketat dan tidak angin-anginan atau tiba saat tiba akal. Di lokasi perhubungan, seperti bandara, jalan tol, pelabuhan juga harus diterapkan secara ketat. 

Tol misalnya, beberapa bulan lalu saya sempat berpikir kenapa setiap penumpang yang melintas keluar masuk tidak diperiksa atau menunjukan kartu sehat maupun hasil rapid test. 

Padahal sangat riskan jalur ini tanpa pengawasan karena masyarakat dengan leluasa masuk dan keluar begitu saja. Bahkan pada artikel minimnya petugas protokol kesehatan di rest area, saya sudah sedikit menyentil bagaimana kondisi sosial distancing yang terlihat di lapangan.

Selain pemerintah, kita sebagai masyarakat juga harus peka pada kondisi bahwa saat ini kita sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini harus diletakan di depan agar dapat ikut serta mengontrol diri dan mampu menerapkan anjuran pemerintah tentang kesehatan.

Bagi saya, baik pemerintah dan masyarakat bahkan  harus serius menerapkan dan mencegah penyebaran virus corona terlepas dari hiruk pikuk yang sudah terjadi di belakang. Kita sudah harus benar-benar menganggap ini dengan peka.  

Aturan tentang pentingnya tes antigen juga harus di perpanjang untuk beberapa bulan ke depan dan tidak hanya berlaku saat libur nasional. Walaupun secara ekonomi kondisi ini sedikit merugikan. Tetapi, langkah taktis perlu dilakukan secara ekstrem, ketat dan tegas. (sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun