"Kalau antigen berlaku tiga hari pak," Ujar petugas.
"Lalu bagaimana jika sudah habis? apakah dilakukan tes lagi?" Tanyaku
"Iya pak," jawaban singkat sembari memberikan nomor antrian.Â
Sembari mengisi data diri, beberapa calon penumpang yang hendak melakukan rapid tes antigen maupun PCR juga nampak binggung. Informasi yang mereka dapatkan -kemungkinan besar dari media-tidak membuat mereka puas.Â
Lantaran, ada kesimpangsiuran antara harga, waktu proses hingga masa berlaku. Informasi ini baru didapatkan ketika sudah berada di lokasi bandara. Mereka yang terburu-buru akhirnya memilih antigen dengan masa berlaku hanya tiga hari.
*
Nomor antrian 89 yang saya pegang yang diberikan oleh petugas tadi kemudian diumumkan. Saya menuju lokasi di mana terdapat dua petugas. Saya akui, semenjak daftar tadi hingga mengambil nomor antrian tidak membutuhkan banyak waktu. Mungkin karena siang ini tak banyak yang melakukan test. Sehingga suasana masih begitu longgar.
Proses pembayaran rapid test antigen dilakukan dengan biaya sebesar Rp. 200 ribu. Namun satu hal yang menjadi perhatian ialah kok saya di data lagi? bukankah tadi sudah mengisi data pribadi?.
Setelah didata singkat dan ditanyakan tujuan tes apa yang hendak saya lakukan, sayapun kemudian membayar. Oh iya, saya tidak tau apakah pembayaran menerima cash atau tidak sebab, sebelum menyodorkan biaya rapid test antigen, petugas sudah berucap lebih dulu," Debet ya pak".
Pembayaran rapid test atau PCR dilakukan secara debet. Ini informasi penting sebab pengalaman saya sebagai orang timur, akan menjadi masalah ketika datang membawa uang cash.
Tentu pembayaran semacam ini akan bermasalah jika tidak diketahui sebab tidak semua orang punya metode pembayaran ini.Â