Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Demi Layanan Kesehatan, Laut pun Ditantang

20 November 2020   23:22 Diperbarui: 23 November 2020   08:12 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu proses pelayanan. Dok. Yadi Habib

Ada orang-orang di barisan terdepan dalam dunia kesehatan, dokter maupun perawat. Pun dengan mereka, para tenaga kesehatan di ujung pesisir timur. Mereka bertaruh nyawa dengan fasilitas seadanya demi kesehatan

Asnudin hari ini tak berkebun. Sejak pagi ia terlihat sibuk menenteng dua jerigen 50 liter dan jerigen 5 liter yang ia gantung di motor buntutnya. Ia membeli minyak tanah dan bensin di warung. 

Setelah itu, ia memikul mesin 45 PK dari gudang penyimpanan mesin di Puskesmas. Mesin itu ia bawa ke pantai, yang nantinya akan digantung ke body fiber; speed boat berkapasitas 7 orang. Setelah selesai, ia memanggil beberapa orang untuk mendorong speed boat atau kapal puskesmas keliling ke laut.

Mesin kemudian dipasang. Selang minyak antar pemantik dan utama dipisahkan ke jerigen yang sudah terlebih dulu diangkut ke speedboat. Setelah itu, mesin dihidupkan untuk mengecek apakah ada masalah atau tidak agar cepat diperbaiki. Sehingga, tidak terjadi trouble dalam perjalanan. 

Semua persiapan yang dilakukan Asnudin sejak pagi tadi karena mereka akan melakukan kegiatan Pusling atau Puskesmas Keliling. Layanan kesehatan puskesmas ke desa-desa sebulan sekali.

 Ada beberapa alternatif perjalanan yang bisa ditempuh. Yakni lewat laut dan lewat darat. Namun, lewat laut dianggap lebih cepat dan dapat mengangkut banyak obat ketimbang lewat darat.

Hal ini lantaran, akses jalan di Pulau Makian Kabupaten Halsel belum ada. Jalan lingkar pulau yang dibangun sejak 2006 silam tak kunjung rampung. Alhasil mereka harus menempuh perjalanan lewat jalan kampung yang oleh warga dibangun seadanya. Walau belakangan sudah dibangun menggunakan dana desa.

Selain itu, satu-satunya kendaraan ialah sepeda motor. Pulau ini tak ada mobil. Gimana ada mobil, jalan saja tak ada.

*

Moda transportasi pusling laut. Dokumentasi : Anyong
Moda transportasi pusling laut. Dokumentasi : Anyong
Menjelang siang, para tenaga kesehatan yang sudah diberi tugas akan bersiap-siap. Kebanyakan dari mereka ialah tenaga kesehatan kontrak. Bukan pegawai negeri.

Asnudin misalnya, ia adalah pegawai kontrak karena memiliki keahlian mengemudikan speed boat. Ia mantan ABk yang makan asam garam dengan lautan. pengalaman itulah sehingga diangkat menjadi tenaga kontrak.

Sementara pegawai-pegawai lain, juga sama. Mereka tenaga kesehatan kontrak yang bekerja sesuai profesi. Kebanyakan dari mereka banyak dijanjikan diangkat sebagai Pegawai Tetap. Inilah yang menjadi dasar mereka bertahan. Sebab anggapan mereka jika sudah PTT maka tak lama lagi akan diangkat menjadi PNS.

Fenomena ini bukan saja terjadi di tenaga kesehatan akan tetapi di kampung-kampung, PTT menjadi sebuah nilai tukar bagi guru, pegawai kecamatan hingga lainnya. Sebuah keniscayaan di mana konsep PTT seringkali digunakan sebagai alat politik. Orang-orang ini akan diintimidasi secara politik "Hak politik" untuk memilih pasangan calon terlebih petahana. Jika tidak karir jadi taruhan.

Terkadang, sebagai pegawai kontrak gaji yang diterima tak menentu. Banyak dari mereka yang mengeluhkan keterlambatan pembayaran gaji. Bahkan saya sendiri menemukan, ketertundaan gaji bisa hingga berbulan-bulan. 

Apalagi jika pegawai tersebut bermasalah dengan kepala puskesmas atau orang-orang yang dianggap kuat karena memiliki relasi dengan kekuasaan.

Salah satu proses pelayanan. Dok. Yadi Habib
Salah satu proses pelayanan. Dok. Yadi Habib
Kegiatan Pusling dilakukan setelah briefing. Bagi tenaga kesehatan laki-laki, mereka bisa lebih dulu berangkat lewat jalur darat. Sementara wanita kebanyakan ikut lewat laut.

Inilah tantangannya. Laut kadang tak menentu. Walaupun kelihatan tak bergelombang dari kejauhan bukan berarti tak menyimpan bahaya. Perjalanan yang ditempuh ke desa-desa tetangga yang jaraknya tak begitu jauh tak lantas membuat mereka bersantai. Sebab, keadaan bisa saja berbalik.

Banyak hal dipersiapkan termaksud nyali. Yap kebanyakan dari mereka kadang mengeluh jika menempuh perjalanan laut. Akan tetapi, tak ada opsi lain yang lebih menyenangkan.

Dari mulai berangkat hingga tiba, mereka tak jarang menemui tantangan. Ombak terutama. Apalagi, setiap desa yang mereka kunjungi tak memiliki dermaga labuh. Sehingga setiap kali turun mereka pasti basah. 

Selain itu, dalam sehari mereka bisa memberikan pelayanan dua sampai tiga desa. Imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan lain-lain dilakukan. 

Semua kegiatan dari berangkat hingga pulang menguras fisik.  Apalagi ketika sore hari, jika angin timur sudah bertiup. Mereka harus basah kuyup menerjang ombak-ombak yang menghantam speed boat kecil yang ditumpangi. 

Sehingga, ketika kegiatan Pusling selesai tak jarang mereka jatuh sakit. Sebuah pengorbanan demi tugas yang sungguh sangat luar biasa.

*

Dok. Hairil Sadik
Dok. Hairil Sadik
Cerita tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan di pulau atau wilayah-wilayah pesisir di Indonesia patut diapresiasi. Mereka bertaruh nyawa demi sebuah pekerjaan mulai yakni melayani dan memberikan kesehatan pada masyarakat.

Cerita Pusling laut juga datang dari Kabupaten Kepulauan Morotai Provinsi Maluku Utara. Kabupaten yang terletak tepat di bibir laut pasifik ini merupakan kabupaten yang memiliki banyak desa-desa di pulau selain Halmahera Selatan. Kondisi geografis yang berhadapan langsung dengan Laut pasifik memiliki  gelombang laut tinggi. 

Hairil, salah satu kompasianer yang turut menjadi relawan kesehatan menceritakan, setiap kali mereka mengunjungi pulau-pulau terluar di Morotai tak pernah sekalipun berjalan mulus.

Mereka dihadapkan dengan gelombang laut yang haibat di mana gelombang laut pasifik terkenal ganas walau tidak musim ombak sekalipun. Body atau speed boat atau yang mereka tumpangi seakan tak memiliki arti, sering kali hampir kalah dengan hantaman gelombang.

Ia pernah berujar beberapa kali kunjungan ke desa seperti Cio Maleleo, Cio, Kupa-kupa atau Bere-Bere dan beberapa pulau terluar lainya, membuat mereka hampir kehilangan nyawa.

Saya masih mengingat pesan teks yang ia kirimkan saat ia sedang berada diatas speed boat menuju Cio Maloleo, Pesan itu berbunyi. "Ampun air masuk semua dalam speed boat, ombak hantam dari samping, hampir tapalaka (terbalik). Air juga masuk full. Untung mesin tidak mati" Ujarnya.

"Semua perlengkapan basah habis. Bahkan tadi beberapa kali naik gelomban besar dan speed boat terbang kong satu orang talempar (jatuh) keluar." Jelasnya.

Saya hanya mendoakan agar apa yang dilakukan mereka dalam pelayanan kesehatan bisa berjalan baik dan sampai tujuan dengan selamat. 

Dok. Hairil Sadik
Dok. Hairil Sadik
Ia bahkan berujar, dalam kondisi seperti itu ia lebih mengkhwatirkan para wanita. Mereka nampak ketakutan. Beberapa kalipun ia menyampaikan mesin-mesin speed boat sering rusak ketika dihantam gelombang laut. Namun tidak sampai membuat mereka hanyut. Jika dirasa sudah terlalu ganas, mereka akan memutuskan turun di desa lain dan kemudian berjalan kaki.

Beberapa desa tujuan juga tak memiliki jembatan. Hairil berkisah mereka kadang tak bisa sampai ke pantai karena gelombang terlalu tinggi. Jika sampai pun bukan berarti tujuan mereka sudah sampai. 

Mereka harus turun di pantai yang bisa dimasuki kemudian mendaki bukit dan berjalan hingga beberapa kilometer lagi. Sehingga untuk sampai ke desa dibutuhkan waktu berjam-jam. Ia mengitilahkan, "sudah tembus; bisa sampai ke desa tujuan dan Tidak tembus)

Melewati darat juga bukan perkara muda. Mereka juga harus bekerja keras. Kerja yang membutuhkan tenaga dan fisik. Misalnya melewati sungai hidup tanpa jembatan, terhalang pohon tumbang dan jalanan seadanya. Sebab jalan di kepulauan bukan hotmix atau jalan raya semisal di Jakarta. Di sini, mau laut atau darat begitu mencenangkan.

Menurunkan Barang bawaan. Dok. Hairil
Menurunkan Barang bawaan. Dok. Hairil
Dok. Hairil. Perjalanan darat
Dok. Hairil. Perjalanan darat
Setelah sampai proses evaluasi puskesmas hingga pelayanan dasar diberikan. Utamanya pelayanan kesehatan dasar. Menginap sudah pasti dilakukan. 

Dalam sekali mengunjungi desa tak jarang mereka menghabiskan waktu 3 sampai 5 hari untuk satu desa. Desa lain yang dituju juga demikian. Hingga semua desa selesai.

Untuk kembali mereka harus jalan menuju tempat awal pendaratan yang juga ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan motor milik warga desa dan kembali melintasi laut ke ibu kota Kabupaten dengan hantaman-hantaman gelombang tinggi. 

Kondisi ini dihadapi setiap kali mereka melakukan pelayanan atau kunjungan ke puskesmas-puskesmas di pulau yang menjadi prioritas pelayanan kesehatan pemerintah daerah. Setiap kali berangkat tim yang ikut harus siap tahan banting baik fisik, emosi hingga tenaga.

*

Pusling laut merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan terpadu yang gencar dilakukan oleh tenaga kesehatan dan pemerintah daerah untuk desa di kepulauan yang terisolasi atau jauh dari pusat pemerintahan. Tujuannya tentu saja memberikan pelayanan kesehatan.

Di balik itu semua, ada suka dan duka. Saya misalnya menyaksikan beberapa kali kejadian yang tak mengenakan. Misalnya ketika fasilitas kesehatan di puskesmas tidak memadai dan pasien dalam kondisi emergency. 

Mereka harus menempuh perjalanan laut yang membahayakan. Pernah beberapa kali pasien emergency setelah pertolongan pertama kemudian harus dilarikan ke Kota. 

Di kampung saya, dulu, banyak pasien emergency dilarikan ke Kota Ternate karena puskesmas tidak memiliki fasilitas rawat inap; belakangan puskesmas sudah memiliki rawat inap namun justru kekurangan dokter.

Kadang pasien dilarikan ke kota pada siang atau malam hari dengan menempuh Perjalanan laut hingga tiga sampai empat jam. Bahkan beberapa kali pasien tak terselamatkan walaupun dilarikan ke puskesmas terdekat dengan fasilitas memadai.

Pelayanan kesehatan di desa pesisir dan kepulauan adalah bagian dari pilar pembangunan. Lewat pembangunan kesehatan masyarakat dapat dengan mudah melakukan pengobatan tanpa harus menuju pusat kota. 

Tetapi, banyak hal juga perlu dibenahi terutama perhatian bagi para tenaga kesehatan dan fasilitas yang mumpuni dalam menunjang kinerja pelayanan.

Beberapa bulan belakangan misalnya, di grup facebook banyak foto yang menampilkan para tenaga kesehatan di tengah kondisi Covid-19 saat ini, disiagakan di setiap pelabuhan pantai tak memiliki APD yang memadai. 

Mereka hanya bermodal masker dan sarung tangan dan memeriksa satu persatu warga yang datang. Sungguh sangat luar biasa bagi keberanian mereka dan sungguh sangat miris jika dipikir.

Apapun itu, di tengah keterbatasan, mereka adalah orang-orang hebat yang mendedikasikan hidup dan profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Walaupun di satu sisi mereka butuh kepastian karir dan butuh perhatian serius dari pemerintah. (sukur dofu-dofu)*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun