Saya jadi mengingat salah satu teman saya, Faisal yang berasal dari Kecamatan Kao pernah menuturkan bahwa hampir semua lahan perkebunan di lingkar tambang mengalami permasalahan ini. Daun menguning dan nampak layu,sehingga pala maupun hasil kebun lainnya tidak lagi bisa berbuah.
Selain itu, konflik juga sering terjadi seperti yang disinggung di atas. Hampir tiap bulan masyarakat lingkar tambang baik di Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Obi dan Kabupaten Kepulauan Taliabu melakukan protes dan tak jarang berbuntut panjang. Dan yang dirugikan ialah masyarakat karena berhadapan dengan hukum. Hal ini lantaran adanya penyerobotan lahan oleh perusahaan, tidak ada ganti rugi hingga perihal dana CSAR.
*
Maluku Utara merupakan wilayah yang didominasi oleh perairan. Namun strukutur pembentukan PDRB beberapa tahun belakangan mulai di dominasi oleh pertambangan. Bahkan, tahun lalu saja baru ada 23 ijin siup pertambangan yang diteken oleh Gubernur.
Menurut catatan Walhi Malut, dari luas Malut 145.801,1 kilometer persegi, ada 313 izin usaha pertambangan menguasai 1.123.403,73 hektar wilayah.(3)
Artinya ke depan seluruh wilayah Provinsi Maluku Utara akan dikepung perusahaan pertambangan lantas bagaimana nasib kejayaan perikanan dan perkebunan? tentu saja tak tersisa. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H