Setelah menemui penduduk desa saya di arahkan bertemu dengan salah satu penduduk yang kebetulan nama depanya sama. Pak Fauji Hamid.
Saya diijinkan tinggal bersama beliau untuk beberapa hari kedepan. Ia bukan nelayan, tetapi mempunyai sampan bermesin 40 PK. Ia penjual minyak tanah dari pulau ke pulau. Sesekali, ia menjajakan dagangan milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
Pada setiap kesempatan saya sering mengikuti beliau berdagang. Sekaligus melakukan pemetaan lokasi di mana bisa mendapatkan teripang untuk bisnis saya.
Suatu hari, saya ingat betul hari Minggu. Bersama anaknya yang berumur 5 Tahun dan satu anak buahnya, kami menuju pulau Gunange. Pulau yang ditempuh sekira 30 menit. Kemudian melanjutkan ke Pulau Tawa.Â
Saat perjalanan pulang, kami dihantam gelombang tinggi. Dan, selama saya melakukan perjalanan laut, kali ini benar-benar menguji nyali. Ombak disertai angin dan hujan menjadi penghalang kami di perjalanan pulang.
Jarak pandang sangat minim. Dan saya beserta anaknya harus berlindung di balik terpal yang biasa dipakai menutupi minyak tanah. Saya ingat ia berkata, "Santai saja bos, ini biasa saja."
What, biasa? pikirku dalam hati.
Kami harus bersusah payah hingga sampai ke kampung. Dingin dan menggigil menemani perjalanan pulang. Entah berapa lama kami sampai, saya benar-benar lupa.
Malamnya, setelah bangun tidur karena kondisi tadi membuat saya benar-benar lelah. Saya di suguhi ikan bakar dan alkadar seadanya.
Setelah santap malam, saya bertanya, "Om fauji, ngi so biasa (kalian sudah biasa)?" Â
"Biasa apa?" tanyanya keheranan.