Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandemi dan Sepenggal Cerita Perjalanan

29 Juli 2020   18:07 Diperbarui: 29 Juli 2020   23:00 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama masa PSBB bulan Maret hingga new normal sekarang ini, saya tak sekalipun keluar jauh dari kosan di bilangan Dramaga Kabupaten Bogor. Kalau pun keluar, paling jauh ke warteg langganan yang berjarak sekitar 200 meter dari kosan. Namun, sekali keluar jauh, sikap parno saya begitu tinggi apalagi ke Jakarta.

Tuntutan akademis yang sudah di gambarkan dalam tulisan, pengalaman melakukan seminar daring, mengharuskan saya ke Jakarta.

Perjalanan ke Jakarta, saya mulai pada pukul 18.00 Wib di antar oleh teman kos. Sepanjang perjalanan, ia selalu berpesan agar savety hingga sampai ke tujuan. Terutama menjaga jarak, mencuci tangan, dan selalu memperhatikan masker kalau-kalau hilaf dan terlepas.

Sesampainya di Stasiun Bogor saya kemudian menuju loket pembelian. Sepanjang itu pulah saya menyaksikan betapa lenggangnya orang-orang di stasiun ini. Tidak seperti biasanya, sebelum pandemi kita harus antri jika membeli tiket. 

Saya kemudian membeli tiket arah Jakarta Kota. Tepatnya ke Stasiun Cikini. Setelah masuk ke kereta tujuan, saya memilih gerbong paling tengah dan duduk di kursi yang tak di beri tanda larangan. Hampir 15 menit, pesan dari suara micropone menandakan kereta akan berangkat.

Dalam gerbong ini, saya seketika paranoid dengan kondisi yang tertangkap mata. Tak ada penumpang dan suasana gerbong yang sangat sepi. Hanya ada 3 orang yang mengisi gerbong hingga ke Manggarai.

Padahal, jika sebelum pandemik, penumpukan penumpang selalu terjadi apalagi di hari libur di mana mayoritas warga Jakarta bertamasya ke Bogor akan kembali.

Saya memilih diam,  sambil menerka-nerka betapa mengerikan situasi ini. Bahkan situasinya lebih mirip di film-film horor. Selain itu, sikap paranoid menguat mengenai kondisi kereta apakah steril atau tidak. Mengingat sejak naik tadi, tidak ada tindakan penyemprotan disenfektan untuk mensterilkan gerbong. Mungkin sudah, dan saya yang tak menangkap aktivitas itu.

Dokpri
Dokpri
Sesampainya di Stasiun Cikini, suasana stasiun masih sama seperti stasiun Bogor. Sunyi senyap nyaris tak ada aktivitas. Saya kemudian menuju Matraman menggunakan Ojek Online dan harus mengeluarkan biaya hingga Rp. 25.000

Keesokan harinya, saya menuju Cengkareng. Masih menggunakan Ojol. Sepanjang perjalanan ia bercerita bahwa saya adalah penumpang pertama setelah beberapa jam menunggu orderan masuk. Ia bahkan, hampir putus asa dan ingin kembali ke rumah karena sepi penumpang.

Menurutnya,walaupun kondisi sudah tidak PSBB akan tetapi pengunaan transportasi online masih rendah. Dalam sehari, ia mengaku hanya mendapatkan 2-3 penumpang.  Sehingga demi menghidupi keluarganya, ia tak jarang melakukan pinjaman ke keluarga atau kenalannya.

*******

Dokpri
Dokpri
Setelah 3 hari di Jakarta saya memutuskan kembali ke Bogor. Masih menggunakan moda transportasi kereta. Kali ini jumlah penumpang cukup banyak tapi tidak membludak seperti sebelum pandemi. 

Setiba di Bogor, saya memilih menggunakan transportasi online seperti biasa saya gunakan setiap kali melakukan perjalanan. Keluar menuju ke parkiran timur atau pintu masuk keluar parkiran saya terheran-heran. Tak ada satupun kendaraan yang mengisi parkiran. 

Padahal biasanya, jumlah kendaraan roda 2 dan 4 selalu penuh. Aktivitas penjual makanan yang berada tepat di luar stasiun pun tampak sepi. Sungguh sesuatu yang membuat saya berpikir keras. Hipotesa saya waktu itu tentu saja kondisi pandemi yang menyebabkan ini semua.

Dokpri
Dokpri
Belum lagi hilang keheranan saya,mata saya hampir copot melihat tarif Ojol dari stasiun ke Dramaga. Saking tak percaya, saya merestart handphone kemudian memesan kembali. Dan, tetap tarif yang di tawarkan tak masuk akal. 

Tarif yang di patok salah satu jasa perusahaan Ojol ialah Rp 200.000-an lebih untuk jasa roda dua dan Rp 300.00-an untuk moda transportasi roda 4. Hampir 3 kali saya mengutak atik aplikasi pemesanan sambil berdiri di samping pintu keluar. Berharap aplikasi saya error.

Saya pun kemudian beralih ke perusahaan jasa Ojol lain dan menemukan tarif yang lebih rendah dari perusahaan Ojol pertama. Sekira Rp 35.000 untuk sampai ke Dramaga. 

Sepanjang perjalanan, nalar ini mencoba menerka-nerka mengenai kondisi yang dihadapi saat melakukan pemesanan tadi. Apakah ini terkait dengan hukum permintaan dan penawaran? ataukah dampak pandemik telah meruntuhkan segala sektor bisnis termaksud kereta? bagiaman cara mereka bertahan?

Pemikiran liar itu terus terbawa hingga sampai ke kost. Setelah memutar kopi, saya menceritakan kejadian itu ke salah teman. Ia dengan ekspresi yang sama tak percaya dengan isi yang saya bagikan. Lagi-lagi hipotesa kami ialah kita sedang menuju resesi ekonomi.

Lantas seberapa buruk sih kondisi ini?

Dikutip dari Kata Data, Frekuensi perjalanan turun membuat pendapatan tiket harian KAI Maret 2020 hanya Rp 4 miliar jauh lebih rendah dibanding Februari 2020 sebesar Rp 39 miliar. Ini nampak di mana adanya batasan dan penerapan sosial distancing menyebabkan sektor jasa ini mengalami penurunan pendapatan.

Sementara, di sektor jasa ojek online pun demikian. Beberapa bulan kemarin berbagai kebijakan stimulus dilakukan pemerintah untuk sektor ini bahkan pada sektor lainnya. 

Turunnya volume penggunaan jasa pada moda transportasi ini menyebabkan penurunan pendapatan bagi para tukang ojek online. Yang mana, hal ini akan berdampak pada kekuatan daya beli masyarakat. Daya beli yang rendah akan mengakibatkan sistem perekonomian menjadi rendah dan berpengaruh kepada semua sektor ekonomi. 

Dua moda transportasi di atas merupakan bagian lain dari banyaknya sektor bisnis yang terdampak. Sehingga kebijakan yang akurat perlu dilakukan guna menjamin keberlangsungan semua sektor terutama sektor rill yang merupakan sumber PDB Indonesia. ****

Terima Kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun